Langsung ke konten utama

Kitab Injil dan Prinsip Penafsirannya


Shallom teman - teman,
Kembali untuk memposting Blog dengan tulisan baru saya, 
Dalam usaha kita memahami dan mengerti Firman Tuhan, kita memerlukan sebuah studi khusus. Studi ini ialah Hermeneutika yang merupakan cabang dari Filsafat. hermeneutika yang dipakai tentu saja yang berkenaan dengan Alkitab.
Pada pembahasan kali ini saya akan menyampaikan mengenai Kitab Injil Sinoptik dan Prinsip Penafsirannya.
Sangat penting membahas mengenai Hal ini, karena terkadang kita dibingungkan dengan Kitab Injil terkhusus injil sinoptik yang memiliki kesamaan antara satu sama lainnya.
Saya akan memberikan sebuah Ikhtisar mengenai Pembahasan ini.


Pendahuluan

Sebutan kata “Injil” sudah sangat familiar khusus di kalangan Pengikut Kristus. Pada intinya, jika mendengar kata Injil, maka pemikiran semua orang akan mengarah pada keempat Injil yang terdapat di Perjanjian Baru.
Keempat Injil di Perjanjian Baru bersama-sama membahas tentang Sejarah Yesus, mulai dari kelahiran sampai kenaikan-Nya. Namun jika kita meneliti, Injil Matius, Injil Markus dan Injil Lukas, hampir memiliki banyak persamaan, baik dalam urutan / kronologis, maupun isi bahasan, dan juga dalam perkataan yang dipakai oleh para penulis. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga Injil ini memiliki hubungan antara satu dengan yang lain. Sedangkan Injil Yohanes juga mempunyai kesamaan dengan ketiga Injil tersebut, akan tetapi ada beberapa perbedaan yang dapat kita temui antara ketiga Injil (Matius, Markus dan Lukas) dan Injil Yohanes. Ketiga Injil tersebut, yakni Injil Matius, Injil Markus dan Injil Lukas, dalam ilmu PB biasanya disebut Injil-Injil Sinopsis

Injil Sinopsis ini bersama-sama membahas tentang riwayat pekerjaan Yesus selama berada di dunia. Meskipun ketiga Injil tersebut sama-sama membahas mengenai Yesus, akan tetapi tak dapat dipungkiri bahwa terdapat perbedaan-perbedaan yang ada di antara ketiga Injil tersebut. Perbedaannya bisa dari gaya sastra yang unik, yang pada akhirnya menimbulkan persoalan di bidang eksegesis. Di sisi lain, ada beberapa kesulitan hermeneutis juga, yang diantaranya berupa kata-kata yang sukar atau sulit untuk dipahami di dalam kitab-kitab Injil. Salah satu kesulitan dalam hermeneutis adalah mengenai pengertian dari “Kerajaan Allah”.


Definisi Injil

Injil secara umum kita mengetahui adalah kumpulan kabar baik yang di bagi dalam empat kitab yakni : Matius, Markus, Lukas, Yohanes. Dari kata Injil itu sendiri dapat diartikan sebagai kabar germbira, namun dalam arti religi sendiri Injil diartikan sebagai kabar gembira mengenai keselamatan yang datang dari Allah. Secara eitimologi, Injil berasala dari bahasa Yunani = Euanggelion (kabar baik yang dibawa oleh utusan). Pada awalnya Injil itu memiliki makna sebagai kabar kemenangan, khususnya kemenangan atas musuh.
    Perjanjian Lama juga menggunakan istilah Injil (Besorah). Mewartakan menyampaikan kabar baik atas kemenangan dari lawan, hal ini berarti arti Injil dari segi politik. Contoh 2Sam. 18:27;4:10. Juga kemenangan Allah yang merupakan kabar baik di rayakan dalam ibadah (Mzm.68:12). Bagi para Imam di Israel mereka mengartikan Injil sebagai pemberitahuan mengenai keselamatan yang akan datang yang dikerjakan oleh Allah bagi Sion (Yes.52:7;40:9). Dalam PB kata benda Injil di gunakan 4 kali oleh kitab Matius (4:23;9:35;24:14;26:13), 8 kali oleh Kitab Markus (1:1;1:15;5:35;10:29;13:10:14:9;16:15). sedangkan kata kerja meng-Injil (memberitakan kabar baik) digunakan oleh Matius 1 kali (11:5). Apabila kita melihat dalam PB penggunaan kata-kata Injil maka kita menemukan bahwa Injil  diartikan sebagai “kabar baik dalam lingkup  Inreligius” yang disampaikan oleh Yesus. Dalam sudut pandang rasuli Injil juga memiliki makna sebagai kabar baik tentang Yesus, mengenai “Kebangkitan dan kenaikan-Nya ke surga adalah sebuah kabar baik (KPR. 1:1;5:42;8:35;17:18). Dalam tahap ini Injil bagi para rasul bukan berarti tulisan melainkan penyampaian kabar baik secara lisan. Artinya adalah penginjil bukan berarti penulis dari kitab Injil, melainkan menyampaikan kabar baik dan membawa orang-orang kepada iman (KPR. 30-33). Dikemudian hari pada abad ke-2 dipakai berupa kabar baik mengenai Yesus dan karya-Nya yang dituliskan atau dibukukan hal inilah yang kita ketahui sebagai kitab-kitab Injil. Dan penginjil diartikan sebagai mereka yang menuliskan kitab Injil.
    Kempat kitab Injil yang kita ketahui itu sendiri adalah Matius, Markus, Lukas, & Yohanes. Secara pembagian Yohanes merupakan kumpulan kitab tersendiri yang memang memiliki hubungan juga dengan ketiga kitab Injil namun ada suatu perbedaan yang mencolok sebab Injil Yohanes berisikan sabda Yesus yang berbeda dengan ketiga kitab Injil lainnya. Sedangkan Matius, Markus, Lukas dikatakan sebagai Injil Sinoptik yang artinya bahasa Yunani (synopsis) artinya Ikhtisar atau juga “Pemandangan secara bersama”. Jadi kenapa ketiga kitab Injil ini dikatakan sebagai Injil Sinoptik dikarenakan terdapat banyaknya kesamaan dan kesejajaran yang besar.

Sifat - sifat Injil

Pada dasarnya Kitab-Kitab Injil bukanlah kitab yang ditulis oleh Yesus, akan tetapi kitab-kitab yang menceritakan tentang Yesus, yang berisikan baik hikayat kehidupan Yesus maupun sekumpulan besar ucapannya (ajaran-Nya), yang memiliki dampak dan pengaruh yang sangat kuat. Artinya di sini ada orang-orang yang berusaha untuk menyiarkan kabar baik tentang Yesus Kristus melalui tulisan-tulisan mereka, dan yang pada akhirnya dapat kita lihat sekarang ini bahwa banyak orang yang mengetahui tentang Yesus melalui tulisan-tulisan yang para penulis Injil buat.
Materi yang dibahas dalam ketiga Injil yang pertama mempunyai banyak persamaan, sehingga ketiganya disebut Injil Sinoptis (“Pandangan yang sama”). Injil Sinopsis dan Injil Yohanes hadir dengan tujuan untuk memenuhi setiap kebutuhan berbagai masyarakat yang “Percaya kepada Yesus”, dalam hal pengetahuan dan pengenalan mereka tentang Yesus. Namun dikarenakan jumlah orang percaya semakin bertambah dalam hal kuantitas, dan jumlah kebutuhan mereka dalam hal pengenalan akan Yesus pun semakin bertambah, maka dari itu, menurut pandangan yang paling umum, satu Injil ditulis terlebih dahulu, yakni Injil Markus, kemudian Injil tersebut “Ditulis kembali” sebanyak dua kali, yakni oleh Matius dan Lukas, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang semakin bertambah. Dan menurut pandangan yang paling umum, Yohanes juga menulis satu Injil yang berbeda untuk alasan-alasan yang lain.
Pada intinya, kitab-kitab Injil bukanlah sebuah biografi tentang Yesus, meskipun sebagian ceritanya bersifat biografi. Keempat Injil ini tidak bisa berdiri secara berdampingan, sebab walaupun keempatnya memiliki persamaan bahasan, yakni mencatat fakta-fakta tentang Yesus, mengingat ajaran Yesus dan memberi kesaksian tentang Yesus,  namun ada perbedaan-perbedaan diantara Keempat Injil tersebut, atau dengan kata lain Injil-Injil ini menceritakan tentang hal yang sama yakni menceritakan tentang “Yesus”, namun memiliki banyak dimesi. Untuk mengetahui dimensi apa saja yang dimiliki oleh Injil-Injil ini, menuntut kita untuk melihatnya dari segi lingkungan sejarah Yesus maupun lingkungan sejarah para penulis.

Dalam pencarian makna sebuah teks atau istilahnya (Eksegesis) ternyata hal yang dibutuhkan bagi para penafsir adalah memahami akan Konteks Historis dalam teks tersebut, maksudnya adalah dari penggalian akan sebuah konteks historis atau sejarah maka akan mendapat keterangan atas situasi apa yang terjadi yang diungkapkan penulis dalam teks tersebut. Namun hal ini bukanlah suatu analisis dari konteks sejarah yang mudah melainkan sulit sebab dalam kitab-kitab Injil memiliki sifat Injil dokumen tingkat dua yakni konteks Historis mengenai keadaan Yesus sendiri (dimana kita harus mengetahui kebudayaan dan juga agama yang ada pada masa itu yakni Yudaisme, segi geografi daerah Palestina tempat Yesus mengajar dan Dia dibesarkan) dan juga mengenai keadaan masing-masing penulis dan berkenaan dengan alasan kepenulisan. Bagi para pembaca biasa untuk memahami hal ini adalah suatu hal yang sangat berat. Namun kita tidak dapat menyangkal untuk kita yang ingin mempelajari sifat kitab Injil itu sendiri maka kita harus meneliti atas dokumen dua tingkat yang disebutkan tadi berikut pemaparannya adapun pendekatan-pendekatan yang dapat dilakukan adalah :
a)      Konteks Historis Yesus
Konteks historis merupakan sebuah dimensi yang penting dari Kitab-kitab Injil. Suatu segi yang sangat penting dari dimensi konteks historis ini adalah berkenaan dengan bentuk ajaran Yesus.  Bentuk ajaran Yesus yang terkenal ialah perumpamaan. Adakalanya perumpaan yang Yesus sampaikan itu bersifat hiperbola (Berlebihan), namun memiliki maksud dan makna tertentu. Misalnya, Matius 5:29-30 (Markus 9:43-48).
Dalam pengajaran-Nya, Yesus juga menggunakan Amsal secara efektif (Mis., Mat. 6:21; Mrk. 3:24), kiasan dan metafora (Mat. 10:16; 5:13; 23:27; Luk. 13:34; Yoh. 6:35), puisi (Mat. 7:7-8; Luk. 6:27-28), pertanyaan-pertanyaan (Mat. 5:46; Mrk. 4:40; Luk. 12:51), dan ironi (Mat. 16:2-3; Luk. 12: 16-21), Paralelisme (Sinonim, Mat. 7:7; Kontras, Mrk. 4:25; Pengembangan, Mat. 10:40).
b)     Konteks Historis Penulis Kitab Injil
Dalam pembahasan ini bukan untuk menjelaskan secara satu-persatu dari gaya penulisan yang penulis gunakan untuk pembahasan mengenai Yesus, tetapi dilihat dari konteks historis apa sebab penulis menuliskan kitab Injil. Sebagai contoh dalam kitab sinosis ini kita harus mengetahui kedudukan setiap Injil Sinoptik (Sitz Im Leben) dibawah ini :
Injil Markus dimana minat penulisannya terhadap penjelasan sifat ke-Mesiasan Yesus. Disebabkan pada masa penulis Markus  cerita-cerita tentang Yesus sudah ada namun tidak terhubung satu dengan yang lain akan tetapi penulis kitab ini hendak menggabungkannya secara teratur. Markus menekankan bahwa kitabnya bahwa Yesus ini telah hidup secara konkret dan nyata di dunia ini, Tuhan Yesus inilah yang telah hidup menderita dan disalibkan[1]. Dikarenakan kitab ini berupa respon atas orang-orang yang mengagumi Yesus karena mujizat dan kuasa yang dilakukan-Nya, akan tetapi lupa akan kemesias dan ke Anak Allah-an dari Yesus justru menjadi nyata dalam penderitaan-Nya dan salib-Nya. Sebagai contoh dimana Petrus mengaku Yesus sebagai mesias tetapi tidak mau menerima mesias yang menderita, sehingga Markus menegor dengan keras (8:27-33). Penderitaan dan salib yang menandai kehidupan para murid sebagai pengikutnya, hal ini yang diajarkan Injil Markus.
Injil Matius, jemaat pada masa penulis ini adalah mereka orang-orang Yahudi yang sangat mengerti akan peraturan adat ke-Yahudian (17:24;23:2;24:20). Yesus yang memanggil para murid adalah tujuan untuk mengajarkan hukum kasih sebagai yang pertama (24:12) “kedurhakaan : Yun, Anomia, Sikap tanpa hukum) sehingga dituliskan dalam ayat selanjutnya (22:37-40) “Hukum yang terutama”.[2]
Injil Lukas,  kita tahu bahwa penulis Lukas dan Kisah Para Rasul adalah sama dan diserahkan kepada Teofilus, untuk di edarkan oleh Teofilus disebabkan dia adalah seorang yang terpandang[3]. Makna utama Lukas membuat Injil ini juga KPR, adalah sebagai pengajaran kepada jemaat yakni penderitaan demi kabar keselamatan adalah suatu ciri kehidupan pengikut Yesus “Untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara. Adapun tujuan-tujuan Lukas adalah :
·       Injil Lukas dialamatkan kepada mereka yang mempunyai harta  dan bagaimana mereka menggunakannya (Luk. 14:12;16:19-31;14:33)
·       Lukas mengenal penganiayaan, dimana jemaat mengalami penindasan dari pemerintah, Lukas hendak memberikan penghiburan, dan juga mesias pernah mengalami penolakan (Luk. 24:26; 4:16-30).
Jadi secara keseluruhan apa yang dimaksud dengan konteks historis penulis adalah bagaimana ktia memahami keadaan apa yang terjadi pada masa itu sehingga mereka menuliskan kitab Injil sinoptik tersebut yang walaupun memiliki keterkaitan antara Sinoptik, namun ada perbedaan latar belakang kepenulisan mereka akan apa yang terjadi pada masa penulis ada.

 KONTEKS SASTRA

Menafsirkan Perikop-perikop Secara Tersendiri

Bila kita mempelajari surat kirimin, kita haruslah belajar berfikir secara paragraf, tetapi ini tidak begitu penting bila kita memahami kitab injil. Meskipun kitab injil memiliki kelamaan dengan surat - surat kiriman. Tetapi harus menggunakan cara berfikir secara horisontal, an berfikir secara vertikal.
Dimana ketika kita memahami kitab injil haruslah mengangkat dua kenyataannya, dimana ada dokumen dua tingkat.
Berfikir secara Horisontal, kita harus memahami satu Perikop dalam satu injil kita haruslah memahami juga kitab injil lain nya.  Dan hal ini tidak boleh di lakukan secara berlebihan, karna sana penulis tidak pernah berfikir tulis an nya dibaca kan dengan surat yang lain. Tetapi kenyataannya bawa Allah telah menyediakan empat injil berarti tidak boleh dipisahkan. Dengan bertujuan menghindari kecenderungan untuk menyesuaikan semua seluk beluk sehingga mengaburkan perbedaan antara kitab injil lainnya.
Ada dua alasan mengapa kita harus berfikir horisontal, yang pertama berfikir horisontal membuat kita menghargai perbedaan dalam setiap injil, dan inilah yang menjadi alasan mengapa kita memiliki empat injil. Kedua, akan membantu kita untuk mengenal bermacam-macam konteks.
Dalam hal ini kita haruslah memiliki perasangka tentang injil, yang pertama haruslah memiliki mamahaman dimana injil itu ditulis suara terpisah dari yang lain. Lalu adanya tingkat persamaan yang begitu tinggi antara injil matius, markus, dan lukas baik dalam hikayat-hikayat maupun perkataan Yesus. Misalnya, bahwa cerita-cerita ini mula-mula di critakan dalam bahasa aram, padahal kita berbicara tentang penggunaan Kata - Kata Yunani. Dan selain itu penggunaan bahasa Yunani lebih bersifat bebas, namun terjadi persamaan, sampai kepada penyusunan Kata yang tempat, dan bahwa sangat tidak mungkin tiga orang di tempat yang berbeda dalam kekaisaran Roma akan menceritakan hal yang sama dengan Kata - Kata yang sama . bahkan sampai pada bagian yang terkecil pun memiliki hal yang sama, dalam ketiga kitab injil ini.
Bila kita lihat Yohanes dalam penulisannya seperti nya tidak bertanggung dengan injil yang lain. Tetapi ketiga penulis injil yang lain lebih menunjukan saling bergantung.
Adanya penjelasan yang terbaik mengenai semua data adalah dimana Markus yang mula-mula menulis injilnya kemungkinan sebagian sekurang-kurangnya berasal dari kenangannya akan khotbah dan ajaran Petrus. Lukas dan Matius telah menggunakan Injil Markus secara tersendiri dan menggunaknnya sebagai samber pokok bagi kitab injil mereka. Tetapi mereka juga menggunakn bahan yang lain mengenai Yesus, beberapa diantaranya mereka miliki berhaga. Tetapi bahan yang sama tidak dituliskan dalam urusan yang sama pada dua injil teresebut, bahkan ada faktor yang mengatakan tidak ada seorangpun dari keduanya menggunakan tulisan rekannya. Akhirnya Yohanes melukiskan injilnya terlepas dari ketiga injil yang lain, maka dari itu injil Yohanes kurang bahan yang sama dengan penulis injil lainnya
          dalam hal ini juga kita dapat melihat bagaimana berfikir secara horisontal serta mengetahui bahwa Matius dan Lukas menggunakan Injil Markus, dapat menolong kita untuk menafsirkan setiap kitab injil. Selain itu juga kita dapat mengetahui adanya bagian - bagian paralel dalam Injil-injil juga akan menolong kita untuk melihat materi yang di gunanya dalam konteks yang baru dalam Gereja yang sedang maju terus.
          Berfikir secara Vertikal, adalah berfikir untuk mengetahui kedua konteks historis, yaitu konteks mengenai Yesus dan mengenai penulis aslinya. Dan berfikir secara Vertikal bukanlah mempelajari Yesus sebagai tokoh terkenal dalam sejarah saja, tetapi berfikir bahwa injil adalah firman Tuhan bagi kita.
          Kita juga dapat melukiskan dalam bagian Alkitab seperti Matius 20:1-16, tentang perumpaan orang upahan di kebun anggur. Yang menjadi perhatian kita adalah, apa yang menjadi konteksnya yang sekarang di kitab Matius?
          Bila kita berfikir secara Horisontal kita pasti akan memperhatikan, baik sebelum maupun sesudah Perikop tersebut. Tetapi bila kita perhatikan perumpamaan itu sendiri (20:1-15) kita akan melihat bahwa perumpamaan itu berakhir dengan perkataan tuan tanah yang embenarkan kemurahan hatinya. Dan Yesus berkat upah dalam kerajaan bukanlah berdasarkan apa yang adil, tetapi berdasarkan anugrah Allah. Bila kita liat ini seolah - olahraga membenrkan Yesus yang menerima orang - orang yang berdoa, dipandang dari sudut kecaman orang - orang Farisi terhadap Yesus. Dan orang Farisi ini menganggap diri nya sudah bekerja dengan keras, jadi mereka menganggap diri nya layak untuk menerima upah yang lebih banyak, tetapi Yesus adalah pemurah dan penyayang, jadi Ia menerima orang berdoa sama seperti menerima orang yang benar. 
Dalam hal ini Injil Matius tidak perlu melakukan hal itu ditempat lain menurut cara - cara yang lain. Di sini konteks itu bermaksud untuk pemurtdan dimana mereka yang meninggalkan Segala sesuatu untuk mengatur Yesus adalah orang - orang terakhir yang telah menjadi yang terdahulu. Dalam berfikir secara Vertikal kita akan dapat mengungkap pada dua tingkat.

b)     Menafsirkan Kitab-Kitab Injil Sebagai Keseluruhan
Suatu hal yang penting dalam konteks sastra ialah belajar melihat jenis-jenis perhatian yang telah masuk dalam susunan setiap kitab injil sehingga menyebabkan kitab-kitab itu bersifat unik. Ketika kita menelaah kitab injil hal yang harus kita perhatikan bukan hanya mengenai minata penulis kepda oknum Yesus dan apa yang dilakukan tetapi juga mengenai apa yang menjadi tujuan penulis mencertakan kembali cerita tersebut kepada pembacanya. Dalam hal ini kta mengenal ada dua prinsip yang berlaku dalam penyususnan injil yaitu selektivitas dan penyesuaian.
Pada satu pihak penulis memili hikayat-hikayat serta ajaran-ajaran yang sesuai dengan Tujuan mereka, dalam hal ini kita dapat melihat bahwa Yohanes memiliki hanya sedikit hikayat namun meskipun sedikit ia menguraikannya dengan panjang lebar, hal ini menytakan bahwa Yohanes sangat selektif.
Pada saat yang sama penulis injil dan gereja mempunyai minat dan tujuan khusus ang mengakibatkan mereka menyesuaikan dengan apa yang telah terpilih, misalnya Lukas telah memilih untuk tidak menulisbagian besar dari injil Markus ( 6:45-8:26 ) .
Yohanes secara khusus memberitahukan kepada kita bahwa tujuannya bersifat teologis, supaya kamu percaya bahwa Yesus adalah Mesias Anak Allah ( 20:30). Hal ini mungkin menjadi alasan utama sehingga mayoritas dalam pembahasan kitab Yohanes membahas mengenai pelayanan Yesus di Yudea dan Yerusalem dibandingkan dengan pelayanan Yesus yang hampir sepenuhnya di bahas dalam kitab-kitab sinopsis. Selain dari pad itu prinsip penyesuaian ini juga menerangkan apa yang disebut sebagai ketidak sesuaian dari ktab injil, salh satu yang paling menonjol adalah pengutukan pohon ara, dalam kitab markus sebagai kisah yang mengandung makna stelogis simbolis, sedangkan matius pelajara mengenai iman yang merupakan tujuan utama, markus lebih berfokus pada popularitas Yesus di hadapan orang banyak , kemuritan bagi segelintir orang dan perlawanan bagi para penguasa.
Hal ini merupakan hal yang paling penting yang harus dipahami unruk dapat menelaah kitab injil yaitu mengetahui apa yang menjadi tujuan utama dari penulis kitab tersebut yang mungkin saling disesuaikan dengan kitab yag sama-sama membahas mengenai hal tersebut karena da kemungkinan bahwa kitab injil yang lain tidak menuliskan apa yang menjadi garis besar dari injil yang lain.

PENGAMATAN HERMENEUTIS

a)      Ajaran Dan Perintah
Setelah kita mengeksegesis ajaran serta perintah Yesus. Kini saatnya kita untuk mengkontekstualisasikan ajaran dan perintah Yesus ke abad 20. Namun ada persoalan yang sulit dalam mengkontekstualisasikannya, karena terbentur dengan masalah kebudayaan saat ini. Contohnya saja di dalam 1 Korintus 7:10-11 yang dimana pada saat ini banyak sekali orang yang sudah pernah menikah dan menikah lagi. Tetapi hal ini dilarang di dalam Alkitab. Banyak dari perintah Yesus yang diucapkan dalam konteks taurat PL. Sehingga sangat sulit untuk dilakukan saat ini. Sehingga sangat perlu untuk kita menggunakan cara “Hermenetik”  berdasarkan kehidupan Kristen PB yang dilandaskan pada kasih karunia Allah bukan kepada perintah/Taurat, sehingga dapat kita tarik kesimpulan bahwa Yesus memberikan perintah adalah sebagai nasihat bagi kita.
b)     Hikayat-Hikayat
Kita memerlukan eksegesis yang tepat agar maksud dari hikayat-hikayat benar dan sesuai dengan apa yang dimaksudkan dalam Ktab Inijil. Perlu kita ketahui lagi bahwa hikayat-hikayat dalam Kitab Injil ini memiliki lebih dari 1 makna:
Contohnya cerita tentang mujizat. Cerita ini tidak ditulis untuk memberikan nasihat atau contoh yang harus dituruti, sebaliknya, cerita ini berfungsi dalam kitab injil sebagai contoh yang mendobrak pelayanan Yesus.  Kemudian secara tidak langsung cerita ini menggambarkan iman, ketakutan, atau kegagalan tetapi bukan ini fungsinya.
c)      Nasihat Yang Terakhir Dan Terpenting
Kita harus mengetahui bahwa kerangka Teologis dari seluruh PB bersifat Eskatologis.  Kebanyakan orang pada zaman itu berfikir eskatologis. Sehingga mereka berfikir  bahwa mereka hidup pada zaman akhir. Maka dari itu, dalam pemikiran mereka, Allah akan turun dan mengakhiri zaman ini sekaligus mengantarkan mereka ke zaman berikutnya.
d)     Pengharapan Eskatologis Orang Yahudi

Tibanya masa kesudahan berarti suatu permulaan yang baru. Yang dimana zaman baru itu memiliki  tanda  dimana terjadi masa pemerintahan Allah, dimasa itu akan ada keadilan (Yes. 11;4-5), damai sejahtera, dosa dan penyakit dilenyapkan (Zakharia 13:1, Yesaya 53:5) masa itu ditandai dengan kehadiran Roh/kepenuhan Roh (Yoel 2:28-30), bahkan adanya efek merasa gembira di masa itu (Yesaya 11:6-9).
Ketika Yohanes pembaptis mengumumkan kedekatan masa kesudahan itu dan membaptis Mesias yang diutus Allah membuat semangat eskatologis mencapai puncaknya, kemudian Yesus datang dan mengumumkan hal mengenai eskatologis melalui PelayananNya dan memberikan tanda-tanda bahwa akhir zaman akan segera mulai. Sehingga membuat semua orang memperhatikan Dia, untuk melihat apakah dia Mesias yang akan datang itu. Tetapi Yesus disalib, sehingga membuat harapan mereka terputus.
Yesus bangkit pada hari yang ketiga, namun melalui kenaikannya ke Surga dan mencurahkan rohkudusyang dijanjikan. Hal inilah yang membuat persoalan bagi gereja mula-mula dan tentunya kita. Kerana pelayannya mengeni kesudahan zaman tetapi ia tidak mengakhiri zaman itu.
Diawali dengan khotbah Petrus (Kis 3), orang kristen mula-mula mulai menyadari bahwa Yesus tidak datang untuk mengakkhiri masa kesudahan itu, namun Yesus datang untuk memulai masa kesudahan itu (awal). dengan kematian dan kebangkitan Yesus serta pencurahan Rohkudus, berkat dan keuntungan masa yang kan datang telah tiba, dengan kata lain masa kesudahan itu telah tiba namun belum seluruhnya tiba, penggenapan yang ada dalam pelayanan Yesus telah ada, namun belum selesai. Sehingga perlu untuk kita melihat kerangka Teologi Perjanjian baru:








Komentar

Postingan populer dari blog ini

16 Jenis Elang Jawa

1. Elang Hitam ( Ictinaetus malayensis / Indiana Black Eagle) Temnick, 1822 Burung berukuran sedang ( 70cm ), namun tampak besar ketika terbang. Cukup dominan dalam hal bertarung sehingga memiliki survival rate yang cukup tinggi. Tersebar di ketinggian 300 - 2000mdpl. Cukup umum dijumpai di  hutan primer  hingga perkebunan, terkadang suka nyelonong masuk ke desa pinggir hutan. Sesuai namanya, elang ini berwarna hitam kelam kecuali pada individu muda yang memiliki corak menyerupai  Elang Brontok . Ciri Khas Sayap yang menjari khas, kokoh dan lebar membentang, terlihat sangat besar dengan ekor yang panjang. Dewasa: Warna bulu hitam pekat, kecuali pada ekor yang memilki corak agak kecoklatan. Remaja: Dada bercorak garis seperti  Elang Brontok  fase terang. Sera kuning, kaki kuning, jari kelingking pendek tidak proporsional. Kebiasaan Terbang  soaring  atau  gliding  sambil terkadang mengeluarkan suara seperti Elang - ular Bido. Cukup...

Anoa Fauna Endemik Khas Sulawesi

Anoa  adalah satwa endemik pulau Sulawesi, Indonesia. Anoa juga menjadi fauna identitas provinsi Sulawesi Tenggara. Satwa  langka  dan dilindungi ini terdiri atas dua spesies (jenis) yaitu: anoa pegunungan ( Bubalus quarlesi ) dan anoa dataran rendah ( Bubalus depressicornis ). Kedua satwa ini tinggal dalam hutan yang jarang dijamah manusia. Kedua spesies anoa tersebut hanya dapat ditemukan di Sulawesi, Indonesia. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan hidup. Anoa sering diburu untuk diambil kulitnya, tanduknya dan dagingnya. Baik Anoa Pegunungan ( Bubalus quarlesi ) maupun Anoa Dataran Rendah ( Bubalus depressicornis ) sejak tahun 1986 oleh  IUCN Redlist  dikategorikan dalam binatang dengan status konservasi  “Terancam Punah” ( Endangered ; EN) atau tiga tingkat di bawah status “Punah”.