Syallom,,
kesempatan kali ini saya mau bagikan lagi mengenai Persentasi kelompok saya berkenaan dengan Cara memahami Kisah Para Rasul, terkadang kita sulit untuk menafsirkan kisah para rasul atau pun banyak yang salah dalam menafsirkannya maka dari itu penulis mencoba untuk membantu dalam memahami kisah para rasul hal ini akan di paparkan melalui makalah dibawah ini,
Selamat membaca
Mohon Baca sampai selesai
Kisah para Rasul merupakan salah
satu kitab dengan genre Narasi dalam Perjanjian Baru yang juga memuat unsur
Historisnya. Menurut Wiliam Klein sendiri kitab ini lebih cocok disebut dengan
Sejarah Teologis[1] -
sebuah narasi dari peristiwa – peristiwa yang saling terkait dari sebuah tempat
dan waktu tertentu, dipilih untuk mengomunikasikan kebenaran – kebenaran
teologis-.Kisah para Rasul dalam bahasa Yunani disebut dengan πρακσεις αποστολον ( Prakesis Apostolon ) atau
dalam bahasa latinnya Acta Apostolorum[2].
Dalam Alkitab Indonesia terjemahan Lama kitab ini diberi nama Kisah
Perbuatan Rasul. Kitab ini ditemukan sekitar pada abad ke 2. Namun jika
melihat kedalam isinya sangatlah tidak sinkron antara judul dan isinya. Karena
kitab ini tidak mencatat apa yang di kerjakan oleh semua rasul, namun yang
dikisahkan ialah bagian dari pekerjaan yang dilaksanakan oleh Petrus dan Paulus
dalam pelayanan pemberitaan injil. Serta dalam
kitab ini membahas mengenai pekerjaan roh kudus yang luar biasa
menyertai para rasul.[3]
Sehingga ada ahli juga yang mengatakan bahwa Kitab ini lebih cocok dikatakan
sebagai Kisah Perbuatan Roh kudus[4]
karena nama roh kudus disebutkan sebanyak 70 kali. Ada juga yang berpendapat
bahwa judul yang tepat ialah Kisah dari Roh kudus karena sejalan dengan
pemaparan Lukas tentang tentang turunnya Roh kudus di hari pentakosta dan
dilanjutkan dengan pemenuhan-Nya atas diri orang – orang percaya sebagai kunci
dari kelahiran dan pertumbuhan komunitas Kristen yang baru[5].
Namun terlepas dari pada semua itu kelompok sepakat memberikan kesimpulan bahwa
Kisah para Rasul memanglah tidak mencatat mengenai semua Rasul bahkan hanya 2
Rasul yang diceritakan, yaitu Paulus dan Petrus. Namun kedua rasul tersebut
merupakan reprentasi dari Perkabaran Injil untuk orang Gentile dan Perkabaran
Injil untuk Kaum Yahudi.
Dalam pembacaan kitab ini, terkadang
kita tidak membaca dengan cara yang sama ketika membaca kitab hakim – hakim atau
2 samuel, walaupun kita tidak menyadari akan hal itu. Hal inilah yang
ditekankan dalam buku Gordon Fee, karena penulis melihat bahwa dengan cara yang
membaca yang salah juga akan menentukan proses penafsiran. Sedangkan dalam
Pemaparan William Klein dkk mencoba untuk menangkal atau meluruskan cara – cara
penafsiran yang (bisa dikatakan) menyimpang oleh kaum Liberal,Konservatif.
Dengan memberikan 3 langkah solusi untuk memahami Kisah para Rasul. Namun perlu
diketahui juga untuk memahami tulisan Kisah para Rasul kita harus mengerti
tujuan dan maksud dari lukas menuliskan Kisah para Rasul ini. Walaupun kita
bukanlah pembaca awal dan tidak mengerti keadaan pada saat itu. Namun
setidaknya kita bisa mengerti dari tulisannya.
Kelompok akan membawa kita semua
para pembaca untuk dapat menafsirkan Kitab Kisah para Rasul dengan tepat dan
benar yang akan dipaparkan dalam Pembahasan materi, karena kita terkadang
memahami Kisah para Rasul dengan cara yang salah.
Rumusan Masalah
Adapaun rumusan masalah yang kelompok temukan dalam
kaitannya dengan Memahami dan Menafsirkan Kisah para Rasul, yaitu :
·
Apa yang
dimaksud dengan Kisah para Rasul ?
·
Bagaimana
dengan pendapat teolog – teolog mengenai Kisah para Rasul ?
·
Apa yang
dimaksud dengan Kisah para Rasul sebagai Narasi dan Histori ?
·
Apa yang
dimaksud dengan Ikhtisar dan Berfikir Vertikal dalam Kisah para Rasul ?
·
Apa peranan
Rohkudus dan hubungannya dengan Pentakosta ?
·
Bagaimana
dengan cara menafsirkan Kisah para Rasul ?
Seputar Kisah para Rasul
Pada pembahasan kita coba untuk mengulang
kembali mata kuliah semester 1 dan 2 yaitu Pengantar perjanjian Baru. Hal ini
supaya kita mengetahui mengenai pengantar kitab Kisah para Rasul sehingga kita
dapat memahami seputar Kisah para Rasul. Untuk itu kita .coba untuk melihat
teslebih dahulu pengantar dari kitab Kisah para Rasul :
Latar belakang Kitab
Kitab Kisah para Rasul merupakan kelanjutan dari Injil Lukas hal
ini dapat dilihat dengan kesamaan tujuan dari kitab ini. Serta Kisah para Rasul
meliputi tiga putuh tahun pertama dalam sejarah gereja. Kitab ini juga ditulis
dengan menganggap para pembacanya sudah memahami urutan peristiwa dengan tepat
tanpa penguraian lebih lanjut. Dalam kitab ini digambarkan adanya perpisahan
antara Judaisme dengan Kekristenan yang mengalami perpisahan dengan Pesat.
Dalam perkembangan itu Kekristenan dianggap sebagai musuh romawi.[6]
Penulis Kisah para Rasul
Tradisi tertua menyatakan
bahwa Lukas adalah penulis kitab Kisah para Rasul. Walaupun ia tidak menyebut
namanya. (Luk 1:3; Kis 1:1) kedua kisah ini mempunyai Gaya Penulisan dan
pilihan kata yang sama. Supaya lebih meyahkinkan maka kita akan melihat bukti
Internal dan Eksternal.
Bukti Internal
·
Kisah
Para Rasul 1:1, adalah kelanjutan dari Injil Lukas (Luk 1:1)
·
Bahasa
dan gaya bahasa dari kedua kitab tersebut sama
·
Ditujukan
kepada orang yang sama; Yaitu Theofilus
·
Penekanan
yang memiliki kemiripan berkenaan dengan orang Kristen non Yahudi serta
perlunya pemberitaan Injil ke seluruh dunia
·
Akhir
dari Injil Lukas merupakan awal dari kelanjutan KISAH PARA RASUL
Bukti Eksternal
·
Prolog
Lukas yang di tulis oleh kelompok anti-marcion pada abad ke 2M
·
Fragment
Muratori baris 2-8 dan 34-39
·
Catatan
Ireneus akhir pada ke 2 M
·
Adanya
catatan bapa-bapa gereja lain-nya yang menerima Lukas sebagai penulis Kisah
para Rasul
Waktu dan Penulisan
Kitab ini di tulis sesudah
Kristus naik ke surga dan akhir tahun kedua pemenjaraan Paulus di roma sekitar
61-63 M. karena apabila kitab ini di tulis setelah tahun 64 M, pastilah akan di
sebutkan tentang penindasan Nero yang di lakukan pada tahun itu.; dan apabila
di tulis setelah tahun 70 M maka jelas penulis akan menuliskan pembinasaan dan
hancurnya Yerusalem.
Maksud Dan Tujuan
·
Lukas
menunjuk-kan bagaimana Injil bergerak dengan kemenangan dari kaum Yahudi sampai
ke seluruh bumi
·
Memberi
kesaksian tentang lahirnya Gereja
·
Menyatakan
bahwa Allah bukan saja menyelamatkan orang Yahudi tetapi juga Non Yahudi
·
Memberikan
kesaksiaan tentang penderitaan gereja Tuhan dalam perkembang-nya
·
Menggungkapkan
bagaimana penting-nya Roh Kudus dalam kehidupan dan misi gereja.
Dalam pemaparan Gordon Fee di
bukunya “Cara Menafsirkan Firman Tuhan dengan tepat” menyatakan bahwa maksud
Lukas yaitu meletakan pola bagi gereja segala zaman, maka pola itu pastilah
akan menajdi norma gereja, yaitu sesuatu yang Allah harapkan dari semua orang
Kristen dari segala zaman.[7]
Kepada Siapa Kitab Ini Di
Alamatkan
Kita tahu bahwa Kitab Kisah
para Rasul ini di persembahkan kepada orang yang sama Yaitu Theofilus. Dan
dalam kitab ini Lukas memberikan Theofilus gelar dan ini juga di pergunakan
Paulus dalam menyapa pegawai-pegawai pemerintahan yang tertinggi seperti Feliks
dan Festus (Kis 23:26; 24:2; 26:25).
Tetapi dalam kisah 1;1-4
gelar itu di tiadakan. Karena Lukas mengetahui bahwa Theofilus tidak lagi
berhikmat tetapi memiliki Iman dan lukas pun bisa menyembutnya sebagai seorang
Saudara.
Pandangan para Theolog
mengenai Kisah para Rasul
Dalam pembahasan buku William Klein dkk dijelaskan bahwa
setidaknya ada 3 pandangan berkenaan dengan cara penafsiran dari Kisah para
Rasul,yaitu sebagai berikut :
·
Ada theolog yang tergoda untuk membuat sebuah Dikotomi
Palsu [8]yang
membedakan antara teologi dengan sejarah. Di ujung pembahasan yang lain, para
sarjana konservatif cenderung terpengaruh dengan arkeologi dan riset – riset
sejenis, sehingga mereka berusaha membuktikan Kisah para Rasul secara sudut
pandang sejarah. Namun justrus setelah hal itu mereka lupa pada penekanan
teologis dari lukas. Pendapat ini diluruskan oleh Wiliam Klein : Sebagai
mana kita tahu bahwa lukas tidak sekedar menysun sebuah sejarah, namun untuk
mengajar para pembaca agar mempercayai yang allah lakukan dalam peristiwa –
peristwa yang ia telah ia tuliskan.
·
Para sarjana Liberal menyatakan diri mereka lebih anti
atau sensitive dengan gagasan teologis lukas, sehingga mereka terkadang
menampilkan apa yang Lukas tulis bertentangan dengan kitab Injil, surat – surat
Paulus dan fakta historis lainnya.
·
Theolog ketiga memandang bahwa Lukas mengesampingkan
unsur teologis dan historis pada setiap detail peristiwa dan tantang bagi
pembaca di masa purba. Pendapat ini diluruskan oleh Wiliam Klein : Bahwa
lukas menuliskannya dengan cara yang hidup dan menghibur. Jadi, kita sama
sekali tidak boleh beranggapan bahwa setiap detail dalam Kisah para Rasul harus
mengandung makna Teologis.
D.
Memahami Kisah para Rasul
a.
KISAH PARA RASUL sebagai
Sejarah
Kita harus tahu terlebih
dahulu bahwa Lukas bukan lah orang Yahudi, cerita yang lukas tuliskan menjadi
contoh yang baik tentang historiografi Hellenis yang berasal dari Thucydides.
Sejarah seperti itu tidak hanya sekedar mencatat kejadian – kejaidan di masa
lampau. Justru untuk mendorong dan menjadi bacaan yang menarik serta memberi
informasi, menyatakan ajaran, atau menawarkan suatu apologetika. Tulisan lukas
inilah contoh sejarah yang sangat baik dan merupakan bacaan yang menarik.
Dalam pembahan untuk memahami Kisah para Rasul kita harus
memhami dengan jelas maksud lukas dan mencatat pokok – pokok penting yang lukas
sampaikan sehingga memberikan gambaran mengenai tema penekanan dari Lukas.
b.
Kisah para Rasul sebagai
Narasi
Dalam buku wiliam Klein dipaparkan bagaimana
sebuah narasi memberikan sebuah pengajaran dengan cara tidak langsung
(Implisit) dibandingkan dengan karya sastra didaktik. Maka dari itu perlu kita
berpatokan 2 Timotius 3 : 16
Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat
untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan
untuk mendidik orang dalam kebenaran. (2 Tim. 3:16 ITB)
Yang telah menjadi dasar bahwa mereka yang telah
mempelajari Alkitab dapat memperoleh pelajaran walaupun sastra narasi sekali
pun. Mengatakan William Klein mengatakan hal seperti ini ? yang seakan – akan
susah dalam melihat Kisah para Rasul sebagai Narasi. Ya memang susah karena
dalam buku Gordon Fee juga dijelaskan untuk para penafsir untuk berhati – hati
agar tidak mengalegorikan sebuah narasi, meniadakan konteks, penggabungan yang
salah, dan menjelaskan kembali dengan maksud yang mengada – ngada.[9] Sehingga William klein
menjelaskan untuk kita mempelajari Kisah para Rasul secara keseluruhan dan
melihat pola apakah yang terbentuk pada kitab atau apakah pola – pola positif
yang ditampilkan Lukas dengan situasi yang berbeda – beda. Dari pola - pola itulah kita dapat melihat penekanan dari
Lukas.
Jadi Melihat Kisah para Rasul sebagai Narasi dan
Historis membuat kita harus mngkolaborasikan beberapa pola – pola dari kedua
jenis ini memperhatikan maksud si penulis dalam menuliskan setiap peristiwa –
peristiwa yang terjadi dalam Kisah para Rasul.
c.
Kisah Para Rasul sebagai
suatu gambaran ikhtisar
Kisah
para Rasul seingkali dibagi berdasarkan perhatian Lukas pada Petrus (pasal
1-12) dan pada Paulus (pasal 13-28). Selain itu Kisah para Rasul juga dibagi
berdasarakan letak geografis dalam penyebaran Injil (1-7, di Yerusalem; 8-10,
di Samaria dan Yudea; 11-28, sampai ke ujung bumi). Pembagian ini mudah dikenal
menurut isinya, namun selain itu ada petunjuk lain yang harus kita perhatikan
yang menghubungkan segala sesuatunya menjadi lebih baik, yaitu beberapa
ringkasan lain misalnya 6:7, 9:31, 12:24, 16:4, dan 19:20. [10]Dalam
setiap kasus cerita Kisah para Rasul mengalami suatu jeda (berhenti sebentar)
sebelum dilanjutkan ke suatu arah yang baru. Jadi berdasarkan petunjuk ini, Kisah
para Rasul nampaknya terdiri dari enam bagian, yaitu:
·
1:1-6:7.
Menggambarkan gereja mula-mula di Yerusalem, pemberitaan Injil yang mula-mula,
cara hidup bersama, perluasannya dan awal dari perlawanan gereja. Disini bila
kita perhatikan bahwa segala sesuatu bersifat Yahudi, termasuk khotbah,
perlawanan, dan pada faktanya bahwa orang-orang percaya yang mula-mula terus
mengadakan hubungan dengan bait suci dan rumah ibadah Yahudi. Dan diakhiri
dengan hikayat yang menunjukkan bahwa perpecahan mulai terjadi di antara
orang-orang percaya Yahudi yang berbahasa Yunani dan orang-orang Ibrani.
·
6:8-9:31.
Menggambarakan awal dari perluasan geografis yang dilakukan oleh kaum
“Hellenis” (orang-orang Kristen Yahudi yang berbahasa Yunani) kepada
orang-orang Samaria, Yudea dan Galilea. Selain itu Lukas juga menceritakan
pertobatan Paulus, yang merupakan seorang Helenis, seorang Yahudi yang
menentang gereja dan seorang yang akan memimpin perluasan Injil khusunya kepada
orang bukan Yahudi. Kematian Stefanus menjadi kunci pada perluasan yang awal
ini.
·
9:32-12:24.
Suatu gambaran mengenai perluasan yang awal kepada orang bukan Yahudi. Disini
kuncinya ialah pertobatan Kornelius karena pertobatannya merupakan tindakan
langsung dari Allah yang dalam kasus ini tidak menggunakan seorang Hellenis,
karena akan dicurigai, tetapi Petrus, yang merupakan pemimpin misi Kristen-Yahudi,
dimana cerita pertobatannya dituliskan dua kali. Dan dibagian ini dijelaskan
cerita mengenai gereja di Antiokhia.
·
12:25-16:5.
Menceritakan bagaimana pengembangan geografis yang pertama ke dunia orang
non-Yahudi dengan Paulus sebagai pemimpinnya (Perjalanan Misi pertama Paulus).
Orang Yahudi disini tetap terus menolak Injil, karena Injil melibatkan
orang-orang Kafir. Selain itu disini gereja mengadakan musyawarah dan tidak
menolak saudara-saudara bukan Yahudi, juga tidak membebankan persyaratan-persyaratan
agama Yahudi pada mereka.
·
16:6-19:20.
Menggambarkan tentang kelanjutan perluasan ke dunia non-Yahudi dan terus ke
arah barat, dan meluas ke Eropa. Di bagian ini orang Yahudi terus-menerus
menolak Injil, sedangkan orang non-Yahudi menerima Injil.
·
19:21-28:30.
Menggambarkan peristiwa-peristiwa perluasan Injil oleh Paulus menuju ke Roma,
dengan memfokuskan perhatian kepada pengadilan perkara Paulus, dimana ia tiga
kali menyatakan dia tidak bersalah.
Namun
dibalik dari pembagian-pembagian ini ada satu faktor yang penting, yaitu
peranan Roh Kudus dalam segala hal. Bahkan menurut Lukas semua kegerakan ini
tidak terjadi oleh kehendak manusia namun terjadi oleh karena Allah yang
menghendakinya dan Roh Kudus yang melaksanakannya.
Berdasarkan
pembagian-pembagian di atas bahwa pemahaman dalam buku Gordon D. Fee dalam
membagi Kisah para Rasul kedalam beberapa bagian, (suatu gambaran ikhtisar)
sangat berkesinambungan dengan pendapat dalam buku William. W Klein mengenai
untuk menafsirakan Kisah para Rasul kita harus berpikir secara vertikal.
d.
Berfikir secara Vertikal
Yang
dimaksud cara berpikir vertikal adalah:
Untuk
menafsirkan peristiwa tertentu kita harus menempatkan peritiwa tersebut
dalam garis besar atau bagian-bagian
dari Kisah para Rasul dan tema yang berkembang di Kisah para Rasul itu sendiri.
Jadi sangat penting bagi kita untuk membagi Kisah para Rasul berdasarkan
isinya. Hal ini akan membantu kita dalam memahami tujuan dari Lukas itu sendiri
dan kita terhindar dari hal-hal yang tidak menjadi maksud dari peristiwa atau
cerita tersebut.[11]
Contohnya
: dalam Kisah para Rasul pasal 8 ada dua peristiwa utama yang dikisahkan dalam
pasal ini. Pertama mengenai orang-orang Samaria dan juga Simon si tukang sihir
sebagai pemimpin mereka bertobat dan dibaptis (8:4-25). Dan yang kedua mengenai
pertobatan dan baptisan dari sida-sida dari Etiopia (8:26-40). Dimana para
penafsir modern (sekarang) umumnya mengajukan pertanyaan-pertanyaan misalnya:
Mengapa Roh Kudus tidak secara langsung turun ke atas orang-orang Samaria
ketika mereka menjadi percaya setelah mendengarkan khotbah Filipus? Apakah
Simon si tukang sihir pernah benar-benar diselamatkan, dan jika demikian,
apakah ia kehilangan keselamatannya? Apakah signifikan bahwa Filipus membaptis
sida-sida dari Etiopia tersebut segera setelah mereka menemukan sumber air yang
cukup banyak? .
Pasal
8 ini sebetulnya ada dalam garis besar dari Kisah para Rasul dimana Injil mulai
berkembang melampaui wilayah bangsa Yahudi. Oleh sebab itu dua sifat yang
paling menonjol dari Kisah para Rasul pasal 8 adalah diterimannya perkabaran
Injil yang dilakukan oleh Filipus, pertam-tama oleh orang-orang Samaria dan
kemudian oleh seorang sida-sida, keduanya dipandang sebagai orang-orang yang
tidak tahir oleh kalangan Yahudi Ortodoks. Jadi aplikasi dari Kisah para Rasul
pasal 8 bagi orang Kristen di masa kini adalah kita sebagai orang-orang Kristen
masa kini harus menemukan siapakah ornag-orang Samaria dan sida-sida yang
berasal dari dunia kita. Pelayanan ornag Kristen sama sekali tidak boleh
mengabaikan kaum “tak tersentuh” atau orang-orang yang terbuang pada masa kini
misalnya, korban AIDS, para ibu yang hamil diluar nikah, para pencandu narkoba
dll. [12]
Berpikir secara
vertical berarti para penafsir harus menggunakan :Lukas dan Kisah para Rasul
sebagai satu kesatuan unit yang utuh. Karena keduanya saling berhubungan satu
sama lain.
Misalnya
Kisah Enas (Kis. 9:32-35) sangat mirip dengan kisah penyembuhan Yesus kepada
orang lumpuh di Lukas 5:17-26, yaitu dengan menggunakan kata-kata yang sama
“bangunlah dan bereskanlah tempat tidurmu”. Selain itu kisah Petrus
membangkitkan Tabita dari kematian (Kis. 9:36-43) berparalel dengan kisah Yesus
membangkitkan anak perempuan Yairus (Luk. 8:40-42, 49-56). Sebenarnya kedua
perintah dalam bahasa Aram kepada kedua perempuan tersebut mungkin hanya
dibedakan oleh satu huruf, Talitha cum (“putri kecil, bangunlah”) dan Tabitha cum (“Tabita, bangunlah”)!. [13]
e.
Maksud Lukas dan
Signifikansi Pentakosta
Kita
tidak boleh langsung terjebak dengan beberapa langkah ( KISAH PARA RASUL sbg
Historis, KISAH PARA RASUL sbg Narasi, Berfikir Vertical dan Ikhtisar ) Karena
apa, karena kita harus mengetahui betul berkenaan dengan maksud dari si Lukas
itu. Bukan berarti tidak penting juga, namun lebih tepatnya kita memiliki
sebuah pemikiran yang Luas dan harus secara komprehensif.
Berkenaan dengan hal ini, kita harus
memahami betul mengenai Maksud dari Lukas atau Perhatian lukas sendiri. Lukas
sangat memperhatikan mengenai Kuasa roh kudus atas gerakan ini. Yaitu sebuah
gerakan Perkabaran Injil yang bermula dari Yerusalem serta fokusnya pada
Yudaisme berubah haluan kepada orang bukan yahudi dan tersebar ke seluruh dunia.
Sehingga tak heran banyak Theolog mengatakan bahwa Kitab ini cocok dengan nama
Kisah dari Roh Kudus.
Hal
ini juga diperkuat dengan beberapa bukti internal Kisah para Rasul yang tidak
menyatakan Maksud Lukas
·
Lukas tidak menaruh minat kepada
“Kehidupan”, yaitu biografi para rasul, Alkitab mencatat hanya Yakobus yang ia
tahu kehidupan akhirnya (12 : 2 )
·
Lukas tidak menaruh minat juga
terhadap organisasi atau pemerintahan gereja. Hal ini dibuktikan dengan :
o
Ketujuh orang dalam pasal 6 tidak
disebut diaken
o
Serta ia tidak memberi informasi
mengaoa dan bagaimana terjadinya gereja di Yerusalem yang kepemimpinannya
beralih dari Petrus pada Yakobus ( 12 : 17; 15 : 13; 21 :18 )
·
Tidak ada Fokus pada perluasan
geografis dari perkabaran injil dari Kisah para Rasul sendiri. Karena hanya
memuat sebuah Garis Lurus Yerusalem ke Roma. Lukas tidak menyebutkan Kreta (
Titus 1 : 5 ), Ilirkum ( Roma 15 : 19 ), Pontus, Kapadokia, dan Bitinia ( 1
Petrus 1 : 1 )
·
Minat lukas juga tidak kepada segala
sesuatu pembakuan atau usaha untuk membuat sebuah regula,langkah – langkah yang
seragam. Sebagai contoh dalam pertobatan seseorang ia menyebut dua unsur
Baptisan air dan Karunia roh. Namun ditemukan juga sebuah susunan yang terbalik
bahkan dengan menyebutkan penumpangan tangan, atau tanpa bahasa roh,
Peristiwa Pentakosta menandai
titik balik yang genting dari zaman Musa (Perjanjian Lama) menuju zaman
Perjanjian Baru yang dihasilkan lewat kematian penebusan Yesus, kebangkitan dan
kenaikkan Yesus ke surga (Kis. 1:1-11). Oleh sebab itu para penafsir tidak
boleh membesar-besarkan secara berlebihan mengenai ketidaksinambungan maupun
kesinambungan di antara kedua zaman yang ada.
Contohnya: Kisah. 1:22-26 mengenai pengambilan
keputusan, disini kita harus berhati-hati dalam memahami hal ini. Meskipun
“membuang undi” merupakan praktik yang umum dan dapat diterima di zaman PL (Im.
16:8; Bil. 26:55; Neh. 10:34), namun praktik tersebut tidak pernah terulang
dalam PB. Sesungguhnya, turunnya Roh Kudus yang terjadi segera setelah episode
tersebut kemungkinan dimaksudkan untuk menganti metode-metode seperti membuang
undi bagi orang Kristen dalam mengambil keputusan. Kita pun tidak boleh menuduh
para murid telah melakukan kesalahan ketika memperaktikan metode ini (“membuang
undi”).[14]
Kesimpulan
Pembahasan mengenai
Kisah para Rasul harus kita mengerti baik – baik bagian dari Kisah para Rasul.
Mulai dari Latar belakang Kisah para rasul, kemudian cara memangami kisah para
rasul itu sendiri yang dilihat dari beberapa aspek. Terlebih dari itu kelompok
sepakat untuk Kisah para Rasul merupakan kitab yang menceritakan peranan Roh
kudus yang kuat dalam setiap Peristiwa. Bagaimana perbuatan Allah yang luar
biasa diceritakan dengan penyertaan Roh kudus. Serta kita harus memahami dengan
betul Prinsip Penafsiran dari Kisah para Rasul itu sendiri yang mengingat kan
untuk dapat membedakan antara sesuatu yang primer dan sekunder.
Ada beberapa contoh
pola yang ditekankan oleh Kisah para Rasul yang harus dipahami oleh penafsir
itu sendiri untuk dapat menafsirkan Kisah para Rasul. Namun ada beberapa
penafsir yang hanya menetapkan pola hikayat serta melalaikan pola lainnya.
Gordon Fee memiliki pandangan atau dia lebih menekankan kepada Kisah para Rasul
yang berisikan sebuah Firman tentang Gereja mula – mula serta aplikatifnya
dalam bentuk norma untuk gereja segala zaman. Berikut ada beberapa prinsip umum
dan khusus untuk kita dapat membedah lebih lanjut mengenai Kisah para Rasul :
Prinsip Umum
Dalam
buku Gordon Fee memberikan sebuah penjelasan terlebih dahulu mengenai alur
berfikir kita dalam memahami Alkitab. bahwa segala sesuatu yang ada dalam
alkitab ialah hal yang utama serta dalam teknisnya bebas namun tetap berpedoman
pada alkitab itu.
Terlebih dahulu kita harus memahami, “Apakah
hikayat yang berada dalam kitab suci ini selain menggambarkan yang terjadi di
gereja mula – mula juga menjadi sebuah patokan (norma) untuk gereja masa kini”.
Karena kita dan kebanyakan orang memiliki anggapan “Jikalau alkitab tidak memberitahukan kepada kita dengan tegas bahwa
kita harus melakukan seuatu,maka hal – hal yang hanya diceritakan atau
digambarkan tidak pernah berfungsi sebagai suatu norma”[15].Dari
pemahaman inilah yag terkadang membawa kita kepada pertanyaan : Apakah dalam Kisah
para Rasul ada contoh “Kita harus melakukan ini ?” atau “kita boleh melakukan
hal ini ?”.
Ada
beberapa penjelasan mengenai hal ini, yang juga termasuk penting untuk kita
pahami sebagai penafsir , yaitu : Dalam alkitab sendiri ada pernyataan –
pernyataan Doktrin yang dikelompokan menjadi 3 Kategori :
1)
Teologi
Kristen ( Apa yang di percayai umat Kristen )
2)
Etika
Kristen ( Bagaimana orang Kristen berkelakuan )
3)
Pengalaman
atau Praktek Kristen ( Apa yang dilakukan orang Kristen )
Dalam 3 kategori itu kembali di breakdown menjadi
2 tingkatan yang disebut dengan Primer dan Sekunder, yaitu :
1)
Tingkat
Primer --- terdapat pernyataan – pernyataan doktrin yang berasal dari perintah
atau saran yang tegas dalam alkitab ( Apa yang alkitab Ajarkan). Contohnya :
Dalam teologi Kristen terdapat pernyataan, Allah adalah Esa, Allah
adalah Kasih, Kristus mati karena dosa kita,dsb
2)
Tingkat
Sekunder --- terdapat pernyataan – pernyataan yang diperoleh secara kebetulan,
melalui implikasi atau melalui contoh. Pernyataan ini muncul karena pernyataan
dari tingkat primer yang logis.
Hal yang penting untuk kita perhatikan dalam
pembahasan ini, yaitu segala seuatu yang diperoleh oleh orang Kristen dari
alkitab melalui contoh termasuk dalam kategori ketiga : pengalaman dan praktek
orang Kristen, dan selalu berada pada tingkat sekunder. Contohnya yaitu sebagai
berikut :
·
Perjamuan
Kudus merupakan praktek yang terus – menerus dalam gereja ialah pernyataan
tingkat primer. Namun yang berkenaan teknis prakteknya pernyataan tingkat
sekunder. Tetapi hal ini justru menimbulkan beberapa perbedaan pendapat antara
beberapa gereja karena masing – masing memiliki tradisi dan praktek yang
berbeda – beda.
·
Baptisan
merupakan hal yang primer dan caranya merupakan yang sekunder
·
Praktek
orang Kristen yang “Berkumpul” merupakan yang primer. Mengenai teknisnya dalam
seminggu kali beberapa kali berkumpul dan pada jam berapa itu merupakan bagian
sekunder.
Dalam pandangan Gordon fee, pembicaraan ini
sangat kental dengan konsep kesengajaan. Yaitu orang biasanya mengatakan
tentang sesuatu yang diajarkan oleh alkitab dengan pernyataan tegas. Dalam
kajian bidang hermeneutic dikatakan bahwa Firman Allah itu dapat di temukan
dalam maksud Akitab.
Kita kembali ke Kisah para Rasul, yang
dijelaskan bahwa maksud Lukas menurut hipotesa penulis ialah Lukas sedang berusaha menunjukan bagaimana
gereja muncul sebagai sebuah perwujudan yang terutama bersifat bukan yahudi dan
tersebar ke seluruh dunia, sejak asal – usulnya sebagai suatu sekte orang –
orang percaya yahudi yang berpangkalan di Yerusalem dan berorientasi kepda
Yudaisme, dan bagaimana roh kudus langsung bertanggung jawab atas perwujudan
penyelamatan universal yang didasarkan hanya kepada anugrah. Serta tema yang ditonjolkan yaitu bagaimana
tidak ada sesuatu yang dapat menghalangi kegerakan gereja yang telah di
perlengkapi dengan kuasa Roh kudus. Belum lagi Kisah para Rasul telah masuk
dalam kanon yang dimaksudkan agar gereja harus bersifat – injili, bersukacita,
diperlengkapi dengan roh kudus.
Berkenaan dengan maksud lukas, apakah hikayat –
hikayat khusus dalam KISAH PARA RASUL, yang jikalau dikumpulkan bersama – sama
akan membantu mengerti maksud lukas secara luas ? tentu saja tidak. Penulis
beranggapan sebab pada dasarnya kebanyak bersifat kebetulan dan juga setiap
hikayat khusus itu bersifat tidak pasti dari hikayat yang satu dengan hikayat
yang lainnya. Sebagai contoh ketika kita meneliti mengenai KISAH PARA RASUL 6 :
1-7 yang sebagai penutup dari keseluruhan rencana Lukas pada bagian pertama
dengan maksud untuk menyelesaikan dengan ramah ketegangan yang pertama di
antara masyarakat Kristen. Sehingga maksud lukas ini bersifat incidental[16],
namun lebih berhubungan dengan apa yang dimaksudkan untuk diajarkan.
Bedasarkan pembahasan ini maka ada prinsip –
prinsip berkenaan dengan Hermeneutik hikayat sejarah :
·
Firman Allah dalam KISAH PARA RASUL yang dapat dipandang sebagai
suatu norma bagi orang – orang Kristen terutama berhubungan dengan apa yang
dimaksudkan untuk diajarkan oleh suatu hikayat tertentu.
·
Apa yang bersifat incidental pada maksud utama hikayat itu
sebenarnya dapat mencerminkan pengertian pengarang yang di ilhami oleh berbagai
hal. Namun tak dapat memiliki nilai didaktik yang sama seperti yang ada dalam
hikayat tersebut.
·
Agar contoh sejarah memiliki nilai normative maka contoh itu harus
berhubungan dengan maksud. Jika tujuan dari sebuah hikayat untuk menentukan
sebuah contoh maka contoh tersebut dianggap sebagai norma.
DAFTAR PUSTAKA
Brink, H v d. Tafsiran Alkitab Kisah para Rasul.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.
Fee, Gordon F, and Douglas
Stuart. Hermeneutik : Bagaimana Menafsirkan Firman Tuhan dengan Tepat.
Malang: Gandum Mas, 2009.
Green, Joel B. Memahami
Injil dan Kisah para Rasul. Jakarta: Persekutuan Pembaca Alkitab, 2015.
Jenses, Irving L. Kisah
para Rasul : Buku Penuntun Belajar. Bandung: Kalam Hidup, 1975.
Klein, William W, Craig L
Blomberg, and Robert L Hubbard. Introduction to Biblical Interpretation 2.
Malang: SAAT Literature, 2013.
Scheunemann, Rainer. Panduan
Lengkap Penafsiran Alkitab. Yogyakarta: Andi Offset, 2013.
Sumarno, Yuel. Pengantar
Perjanjian Baru. Jakarta: Seminari Press, 2015.
[1]
William Klein dkk, Introduction to Biblical Interpretation 2”,
Malang,Literature SAAT, 2013, Hal 368
[2]
Kamus Alkitab ( Software from Sabda )
[3]
Brink, H.v.d, Tafsiran Alkitab : Kisah para Rasul. Jakarta. Gunung Mulia
1996, Hal - 9
[4]
Irving L Jensen, Kisah para Rasul
Buku Penuntun Belajar.Bandung. Penerbit Kalam Hidup.1975. Hal 1
[5]
William Klein dkk, Introduction to Biblical Interpretation 2, Malang,
Literauure SAAT, 2012, Hal 369
[6]
Yusak Setianto, Diktat Pengantar Perjanjian Baru, ITKI Jakarta.2009.
Hal - 69
[7]
Gordon Fee, Stuart, Hermeneutika Bagaiman Menafsirkan Firman Tuhan dengan
Tepat, Malang, Gandum Mas, 2003, Hal 95
[8]
Dalam KBBI kata dikotomi ialah pembagian
atas dua kelompok yg saling bertentangan. Jadi, dikotomi palsu merupakan
membagi pada 2 kelompok namun hanya bermaksud hanya untuk membuat pertentangan.
[9]
Gordon Fee, Stuart, Bagaimana Menafsirkan
Firman Tuhan dengan Tepat, Malang, Gandum Mas, 2006, Hal 89 - 90
[10] Gordon Fee, Stuart, Bagaimana Menafsirkan Firman
Tuhan dengan Tepat, Malang, Gandum Mas, 2006, Hal 96
[11]
William W. Klein, Craig L. Blomberg, Robert L. Hubbard. Jr, Introduction to Biblical Interpretation 2
Pengantar Tafsiran Alkitab , (Malang:Literatur Saat, 2013) hlm. 369.
[12] Ibid hlm. 372-373.
[13] Ibid hlm. 374
[14] Ibid hlm. 376
[15] Gordon Fee, Stuart, Bagaimana Menafsirkan Firman
Tuhan dengan Tepat, Malang, Gandum Mas, 2006, Hal 105
[16]
Insidental = Terjadi atau dilakukan hanya pada kesempatan atau waktu tertentu
saja, tidak secara tetap atau rutin,
sewaktu – waktu.
Komentar
Posting Komentar