Langsung ke konten utama

Cara memahami Kisah Para Rasul

Syallom,,
kesempatan kali ini saya mau bagikan lagi mengenai Persentasi kelompok saya berkenaan dengan Cara memahami Kisah Para Rasul, terkadang kita sulit untuk menafsirkan kisah para rasul atau pun banyak yang salah dalam menafsirkannya maka dari itu penulis mencoba untuk membantu dalam memahami kisah para rasul hal ini akan di paparkan melalui makalah dibawah ini, 
Selamat membaca
Mohon Baca sampai selesai

   Latar Belakang Masalah

            Kisah para Rasul merupakan salah satu kitab dengan genre Narasi dalam Perjanjian Baru yang juga memuat unsur Historisnya. Menurut Wiliam Klein sendiri kitab ini lebih cocok disebut dengan Sejarah Teologis[1] - sebuah narasi dari peristiwa – peristiwa yang saling terkait dari sebuah tempat dan waktu tertentu, dipilih untuk mengomunikasikan kebenaran – kebenaran teologis-.Kisah para Rasul dalam bahasa Yunani disebut dengan πρακσεις αποστολον ( Prakesis Apostolon ) atau dalam bahasa latinnya Acta Apostolorum[2]. Dalam Alkitab Indonesia terjemahan Lama kitab ini diberi nama Kisah Perbuatan Rasul. Kitab ini ditemukan sekitar pada abad ke 2. Namun jika melihat kedalam isinya sangatlah tidak sinkron antara judul dan isinya. Karena kitab ini tidak mencatat apa yang di kerjakan oleh semua rasul, namun yang dikisahkan ialah bagian dari pekerjaan yang dilaksanakan oleh Petrus dan Paulus dalam pelayanan pemberitaan injil. Serta dalam  kitab ini membahas mengenai pekerjaan roh kudus yang luar biasa menyertai para rasul.[3] Sehingga ada ahli juga yang mengatakan bahwa Kitab ini lebih cocok dikatakan sebagai Kisah Perbuatan Roh kudus[4] karena nama roh kudus disebutkan sebanyak 70 kali. Ada juga yang berpendapat bahwa judul yang tepat ialah Kisah dari Roh kudus karena sejalan dengan pemaparan Lukas tentang tentang turunnya Roh kudus di hari pentakosta dan dilanjutkan dengan pemenuhan-Nya atas diri orang – orang percaya sebagai kunci dari kelahiran dan pertumbuhan komunitas Kristen yang baru[5]. Namun terlepas dari pada semua itu kelompok sepakat memberikan kesimpulan bahwa Kisah para Rasul memanglah tidak mencatat mengenai semua Rasul bahkan hanya 2 Rasul yang diceritakan, yaitu Paulus dan Petrus. Namun kedua rasul tersebut merupakan reprentasi dari Perkabaran Injil untuk orang Gentile dan Perkabaran Injil untuk Kaum Yahudi.

            Dalam pembacaan kitab ini, terkadang kita tidak membaca dengan cara yang sama ketika membaca kitab hakim – hakim atau 2 samuel, walaupun kita tidak menyadari akan hal itu. Hal inilah yang ditekankan dalam buku Gordon Fee, karena penulis melihat bahwa dengan cara yang membaca yang salah juga akan menentukan proses penafsiran. Sedangkan dalam Pemaparan William Klein dkk mencoba untuk menangkal atau meluruskan cara – cara penafsiran yang (bisa dikatakan) menyimpang oleh kaum Liberal,Konservatif. Dengan memberikan 3 langkah solusi untuk memahami Kisah para Rasul. Namun perlu diketahui juga untuk memahami tulisan Kisah para Rasul kita harus mengerti tujuan dan maksud dari lukas menuliskan Kisah para Rasul ini. Walaupun kita bukanlah pembaca awal dan tidak mengerti keadaan pada saat itu. Namun setidaknya kita bisa mengerti dari tulisannya.
            Kelompok akan membawa kita semua para pembaca untuk dapat menafsirkan Kitab Kisah para Rasul dengan tepat dan benar yang akan dipaparkan dalam Pembahasan materi, karena kita terkadang memahami Kisah para Rasul dengan cara yang salah.

Rumusan Masalah

Adapaun rumusan masalah yang kelompok temukan dalam kaitannya dengan Memahami dan Menafsirkan Kisah para Rasul, yaitu :
·         Apa yang dimaksud dengan Kisah para Rasul  ?
·         Bagaimana dengan pendapat teolog – teolog mengenai Kisah para Rasul ?
·         Apa yang dimaksud dengan Kisah para Rasul sebagai Narasi dan Histori ?
·         Apa yang dimaksud dengan Ikhtisar dan Berfikir Vertikal dalam Kisah para Rasul ?
·         Apa peranan Rohkudus dan hubungannya dengan Pentakosta ?
·         Bagaimana dengan cara menafsirkan Kisah para Rasul ?

  Seputar Kisah para Rasul

Pada pembahasan kita coba untuk mengulang kembali mata kuliah semester 1 dan 2 yaitu Pengantar perjanjian Baru. Hal ini supaya kita mengetahui mengenai pengantar kitab Kisah para Rasul sehingga kita dapat memahami seputar Kisah para Rasul. Untuk itu kita .coba untuk melihat teslebih dahulu pengantar dari kitab Kisah para Rasul :

Latar belakang Kitab

Kitab Kisah para Rasul merupakan kelanjutan dari Injil Lukas hal ini dapat dilihat dengan kesamaan tujuan dari kitab ini. Serta Kisah para Rasul meliputi tiga putuh tahun pertama dalam sejarah gereja. Kitab ini juga ditulis dengan menganggap para pembacanya sudah memahami urutan peristiwa dengan tepat tanpa penguraian lebih lanjut. Dalam kitab ini digambarkan adanya perpisahan antara Judaisme dengan Kekristenan yang mengalami perpisahan dengan Pesat. Dalam perkembangan itu Kekristenan dianggap sebagai musuh romawi.[6]

 Penulis Kisah para Rasul

Tradisi tertua menyatakan bahwa Lukas adalah penulis kitab Kisah para Rasul. Walaupun ia tidak menyebut namanya. (Luk 1:3; Kis 1:1) kedua kisah ini mempunyai Gaya Penulisan dan pilihan kata yang sama. Supaya lebih meyahkinkan maka kita akan melihat bukti Internal dan Eksternal.

Bukti Internal

·         Kisah Para Rasul 1:1, adalah kelanjutan dari Injil Lukas (Luk 1:1)
·         Bahasa dan gaya bahasa dari kedua kitab tersebut sama
·         Ditujukan kepada orang yang sama; Yaitu Theofilus
·         Penekanan yang memiliki kemiripan berkenaan dengan orang Kristen non Yahudi serta perlunya pemberitaan Injil ke seluruh dunia
·         Akhir dari Injil Lukas merupakan awal dari kelanjutan KISAH PARA RASUL

            Bukti Eksternal

·         Prolog Lukas yang di tulis oleh kelompok anti-marcion pada abad ke 2M
·         Fragment Muratori baris 2-8 dan 34-39
·         Catatan Ireneus akhir pada ke 2 M
·         Adanya catatan bapa-bapa gereja lain-nya yang menerima Lukas sebagai penulis Kisah para Rasul

  Waktu dan Penulisan

Kitab ini di tulis sesudah Kristus naik ke surga dan akhir tahun kedua pemenjaraan Paulus di roma sekitar 61-63 M. karena apabila kitab ini di tulis setelah tahun 64 M, pastilah akan di sebutkan tentang penindasan Nero yang di lakukan pada tahun itu.; dan apabila di tulis setelah tahun 70 M maka jelas penulis akan menuliskan pembinasaan dan hancurnya Yerusalem.

Maksud Dan Tujuan

·         Lukas menunjuk-kan bagaimana Injil bergerak dengan kemenangan dari kaum Yahudi sampai ke seluruh bumi
·         Memberi kesaksian tentang lahirnya Gereja
·         Menyatakan bahwa Allah bukan saja menyelamatkan orang Yahudi tetapi juga Non Yahudi
·         Memberikan kesaksiaan tentang penderitaan gereja Tuhan dalam perkembang-nya
·         Menggungkapkan bagaimana penting-nya Roh Kudus dalam kehidupan dan misi gereja.
Dalam pemaparan Gordon Fee di bukunya “Cara Menafsirkan Firman Tuhan dengan tepat” menyatakan bahwa maksud Lukas yaitu meletakan pola bagi gereja segala zaman, maka pola itu pastilah akan menajdi norma gereja, yaitu sesuatu yang Allah harapkan dari semua orang Kristen dari segala zaman.[7]

Kepada Siapa Kitab Ini Di Alamatkan

Kita tahu bahwa Kitab Kisah para Rasul ini di persembahkan kepada orang yang sama Yaitu Theofilus. Dan dalam kitab ini Lukas memberikan Theofilus gelar dan ini juga di pergunakan Paulus dalam menyapa pegawai-pegawai pemerintahan yang tertinggi seperti Feliks dan Festus (Kis 23:26; 24:2; 26:25).
Tetapi dalam kisah 1;1-4 gelar itu di tiadakan. Karena Lukas mengetahui bahwa Theofilus tidak lagi berhikmat tetapi memiliki Iman dan lukas pun bisa menyembutnya sebagai seorang Saudara.

Pandangan para Theolog mengenai Kisah para Rasul

Dalam pembahasan buku William Klein dkk dijelaskan bahwa setidaknya ada 3 pandangan berkenaan dengan cara penafsiran dari Kisah para Rasul,yaitu sebagai berikut :
·         Ada theolog yang tergoda untuk membuat sebuah Dikotomi Palsu [8]yang membedakan antara teologi dengan sejarah. Di ujung pembahasan yang lain, para sarjana konservatif cenderung terpengaruh dengan arkeologi dan riset – riset sejenis, sehingga mereka berusaha membuktikan Kisah para Rasul secara sudut pandang sejarah. Namun justrus setelah hal itu mereka lupa pada penekanan teologis dari lukas. Pendapat ini diluruskan oleh Wiliam Klein : Sebagai mana kita tahu bahwa lukas tidak sekedar menysun sebuah sejarah, namun untuk mengajar para pembaca agar mempercayai yang allah lakukan dalam peristiwa – peristwa yang ia telah ia tuliskan.
·         Para sarjana Liberal menyatakan diri mereka lebih anti atau sensitive dengan gagasan teologis lukas, sehingga mereka terkadang menampilkan apa yang Lukas tulis bertentangan dengan kitab Injil, surat – surat Paulus dan fakta historis lainnya.
·         Theolog ketiga memandang bahwa Lukas mengesampingkan unsur teologis dan historis pada setiap detail peristiwa dan tantang bagi pembaca di masa purba. Pendapat ini diluruskan oleh Wiliam Klein : Bahwa lukas menuliskannya dengan cara yang hidup dan menghibur. Jadi, kita sama sekali tidak boleh beranggapan bahwa setiap detail dalam Kisah para Rasul harus mengandung makna Teologis.

D.   Memahami Kisah para Rasul

a.      KISAH PARA RASUL sebagai Sejarah

Kita harus tahu terlebih dahulu bahwa Lukas bukan lah orang Yahudi, cerita yang lukas tuliskan menjadi contoh yang baik tentang historiografi Hellenis yang berasal dari Thucydides. Sejarah seperti itu tidak hanya sekedar mencatat kejadian – kejaidan di masa lampau. Justru untuk mendorong dan menjadi bacaan yang menarik serta memberi informasi, menyatakan ajaran, atau menawarkan suatu apologetika. Tulisan lukas inilah contoh sejarah yang sangat baik dan merupakan bacaan yang menarik.
      Dalam pembahan untuk memahami Kisah para Rasul kita harus memhami dengan jelas maksud lukas dan mencatat pokok – pokok penting yang lukas sampaikan sehingga memberikan gambaran mengenai tema penekanan dari Lukas.

b.      Kisah para Rasul sebagai Narasi

Dalam buku wiliam Klein dipaparkan bagaimana sebuah narasi memberikan sebuah pengajaran dengan cara tidak langsung (Implisit) dibandingkan dengan karya sastra didaktik. Maka dari itu perlu kita berpatokan 2 Timotius 3 : 16
Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. (2 Tim. 3:16 ITB)
Yang telah menjadi dasar bahwa mereka yang telah mempelajari Alkitab dapat memperoleh pelajaran walaupun sastra narasi sekali pun. Mengatakan William Klein mengatakan hal seperti ini ? yang seakan – akan susah dalam melihat Kisah para Rasul sebagai Narasi. Ya memang susah karena dalam buku Gordon Fee juga dijelaskan untuk para penafsir untuk berhati – hati agar tidak mengalegorikan sebuah narasi, meniadakan konteks, penggabungan yang salah, dan menjelaskan kembali dengan maksud yang mengada – ngada.[9] Sehingga William klein menjelaskan untuk kita mempelajari Kisah para Rasul secara keseluruhan dan melihat pola apakah yang terbentuk pada kitab atau apakah pola – pola positif yang ditampilkan Lukas dengan situasi yang berbeda – beda. Dari pola -  pola itulah kita dapat melihat penekanan dari Lukas.
Jadi Melihat Kisah para Rasul sebagai Narasi dan Historis membuat kita harus mngkolaborasikan beberapa pola – pola dari kedua jenis ini memperhatikan maksud si penulis dalam menuliskan setiap peristiwa – peristiwa yang terjadi dalam Kisah para Rasul.

c.       Kisah Para Rasul sebagai suatu gambaran ikhtisar

Kisah para Rasul seingkali dibagi berdasarkan perhatian Lukas pada Petrus (pasal 1-12) dan pada Paulus (pasal 13-28). Selain itu Kisah para Rasul juga dibagi berdasarakan letak geografis dalam penyebaran Injil (1-7, di Yerusalem; 8-10, di Samaria dan Yudea; 11-28, sampai ke ujung bumi). Pembagian ini mudah dikenal menurut isinya, namun selain itu ada petunjuk lain yang harus kita perhatikan yang menghubungkan segala sesuatunya menjadi lebih baik, yaitu beberapa ringkasan lain misalnya 6:7, 9:31, 12:24, 16:4, dan 19:20. [10]Dalam setiap kasus cerita Kisah para Rasul mengalami suatu jeda (berhenti sebentar) sebelum dilanjutkan ke suatu arah yang baru. Jadi berdasarkan petunjuk ini, Kisah para Rasul nampaknya terdiri dari enam bagian, yaitu:
·         1:1-6:7. Menggambarkan gereja mula-mula di Yerusalem, pemberitaan Injil yang mula-mula, cara hidup bersama, perluasannya dan awal dari perlawanan gereja. Disini bila kita perhatikan bahwa segala sesuatu bersifat Yahudi, termasuk khotbah, perlawanan, dan pada faktanya bahwa orang-orang percaya yang mula-mula terus mengadakan hubungan dengan bait suci dan rumah ibadah Yahudi. Dan diakhiri dengan hikayat yang menunjukkan bahwa perpecahan mulai terjadi di antara orang-orang percaya Yahudi yang berbahasa Yunani dan orang-orang Ibrani.
·         6:8-9:31. Menggambarakan awal dari perluasan geografis yang dilakukan oleh kaum “Hellenis” (orang-orang Kristen Yahudi yang berbahasa Yunani) kepada orang-orang Samaria, Yudea dan Galilea. Selain itu Lukas juga menceritakan pertobatan Paulus, yang merupakan seorang Helenis, seorang Yahudi yang menentang gereja dan seorang yang akan memimpin perluasan Injil khusunya kepada orang bukan Yahudi. Kematian Stefanus menjadi kunci pada perluasan yang awal ini.
·         9:32-12:24. Suatu gambaran mengenai perluasan yang awal kepada orang bukan Yahudi. Disini kuncinya ialah pertobatan Kornelius karena pertobatannya merupakan tindakan langsung dari Allah yang dalam kasus ini tidak menggunakan seorang Hellenis, karena akan dicurigai, tetapi Petrus, yang merupakan pemimpin misi Kristen-Yahudi, dimana cerita pertobatannya dituliskan dua kali. Dan dibagian ini dijelaskan cerita mengenai gereja di Antiokhia.
·         12:25-16:5. Menceritakan bagaimana pengembangan geografis yang pertama ke dunia orang non-Yahudi dengan Paulus sebagai pemimpinnya (Perjalanan Misi pertama Paulus). Orang Yahudi disini tetap terus menolak Injil, karena Injil melibatkan orang-orang Kafir. Selain itu disini gereja mengadakan musyawarah dan tidak menolak saudara-saudara bukan Yahudi, juga tidak membebankan persyaratan-persyaratan agama Yahudi pada mereka.
·         16:6-19:20. Menggambarkan tentang kelanjutan perluasan ke dunia non-Yahudi dan terus ke arah barat, dan meluas ke Eropa. Di bagian ini orang Yahudi terus-menerus menolak Injil, sedangkan orang non-Yahudi menerima Injil.
·         19:21-28:30. Menggambarkan peristiwa-peristiwa perluasan Injil oleh Paulus menuju ke Roma, dengan memfokuskan perhatian kepada pengadilan perkara Paulus, dimana ia tiga kali menyatakan dia tidak bersalah.
Namun dibalik dari pembagian-pembagian ini ada satu faktor yang penting, yaitu peranan Roh Kudus dalam segala hal. Bahkan menurut Lukas semua kegerakan ini tidak terjadi oleh kehendak manusia namun terjadi oleh karena Allah yang menghendakinya dan Roh Kudus yang melaksanakannya.
Berdasarkan pembagian-pembagian di atas bahwa pemahaman dalam buku Gordon D. Fee dalam membagi Kisah para Rasul kedalam beberapa bagian, (suatu gambaran ikhtisar) sangat berkesinambungan dengan pendapat dalam buku William. W Klein mengenai untuk menafsirakan Kisah para Rasul kita harus berpikir secara vertikal.

d.      Berfikir secara Vertikal

Yang dimaksud cara berpikir vertikal adalah:
Untuk menafsirkan peristiwa tertentu kita harus menempatkan peritiwa tersebut dalam  garis besar atau bagian-bagian dari Kisah para Rasul dan tema yang berkembang di Kisah para Rasul itu sendiri. Jadi sangat penting bagi kita untuk membagi Kisah para Rasul berdasarkan isinya. Hal ini akan membantu kita dalam memahami tujuan dari Lukas itu sendiri dan kita terhindar dari hal-hal yang tidak menjadi maksud dari peristiwa atau cerita tersebut.[11]
Contohnya : dalam Kisah para Rasul pasal 8 ada dua peristiwa utama yang dikisahkan dalam pasal ini. Pertama mengenai orang-orang Samaria dan juga Simon si tukang sihir sebagai pemimpin mereka bertobat dan dibaptis (8:4-25). Dan yang kedua mengenai pertobatan dan baptisan dari sida-sida dari Etiopia (8:26-40). Dimana para penafsir modern (sekarang) umumnya mengajukan pertanyaan-pertanyaan misalnya: Mengapa Roh Kudus tidak secara langsung turun ke atas orang-orang Samaria ketika mereka menjadi percaya setelah mendengarkan khotbah Filipus? Apakah Simon si tukang sihir pernah benar-benar diselamatkan, dan jika demikian, apakah ia kehilangan keselamatannya? Apakah signifikan bahwa Filipus membaptis sida-sida dari Etiopia tersebut segera setelah mereka menemukan sumber air yang cukup banyak? .
Pasal 8 ini sebetulnya ada dalam garis besar dari Kisah para Rasul dimana Injil mulai berkembang melampaui wilayah bangsa Yahudi. Oleh sebab itu dua sifat yang paling menonjol dari Kisah para Rasul pasal 8 adalah diterimannya perkabaran Injil yang dilakukan oleh Filipus, pertam-tama oleh orang-orang Samaria dan kemudian oleh seorang sida-sida, keduanya dipandang sebagai orang-orang yang tidak tahir oleh kalangan Yahudi Ortodoks. Jadi aplikasi dari Kisah para Rasul pasal 8 bagi orang Kristen di masa kini adalah kita sebagai orang-orang Kristen masa kini harus menemukan siapakah ornag-orang Samaria dan sida-sida yang berasal dari dunia kita. Pelayanan ornag Kristen sama sekali tidak boleh mengabaikan kaum “tak tersentuh” atau orang-orang yang terbuang pada masa kini misalnya, korban AIDS, para ibu yang hamil diluar nikah, para pencandu narkoba dll. [12]
Berpikir secara vertical berarti para penafsir harus menggunakan :Lukas dan Kisah para Rasul sebagai satu kesatuan unit yang utuh. Karena keduanya saling berhubungan satu sama lain.
Misalnya Kisah Enas (Kis. 9:32-35) sangat mirip dengan kisah penyembuhan Yesus kepada orang lumpuh di Lukas 5:17-26, yaitu dengan menggunakan kata-kata yang sama “bangunlah dan bereskanlah tempat tidurmu”. Selain itu kisah Petrus membangkitkan Tabita dari kematian (Kis. 9:36-43) berparalel dengan kisah Yesus membangkitkan anak perempuan Yairus (Luk. 8:40-42, 49-56). Sebenarnya kedua perintah dalam bahasa Aram kepada kedua perempuan tersebut mungkin hanya dibedakan oleh satu huruf, Talitha cum (“putri kecil, bangunlah”) dan Tabitha cum (“Tabita, bangunlah”)!. [13]

e.       Maksud Lukas dan Signifikansi Pentakosta

Kita tidak boleh langsung terjebak dengan beberapa langkah ( KISAH PARA RASUL sbg Historis, KISAH PARA RASUL sbg Narasi, Berfikir Vertical dan Ikhtisar ) Karena apa, karena kita harus mengetahui betul berkenaan dengan maksud dari si Lukas itu. Bukan berarti tidak penting juga, namun lebih tepatnya kita memiliki sebuah pemikiran yang Luas dan harus secara komprehensif.
            Berkenaan dengan hal ini, kita harus memahami betul mengenai Maksud dari Lukas atau Perhatian lukas sendiri. Lukas sangat memperhatikan mengenai Kuasa roh kudus atas gerakan ini. Yaitu sebuah gerakan Perkabaran Injil yang bermula dari Yerusalem serta fokusnya pada Yudaisme berubah haluan kepada orang bukan yahudi dan tersebar ke seluruh dunia. Sehingga tak heran banyak Theolog mengatakan bahwa Kitab ini cocok dengan nama Kisah dari Roh Kudus.
Hal ini juga diperkuat dengan beberapa bukti internal Kisah para Rasul yang tidak menyatakan Maksud Lukas
·         Lukas tidak menaruh minat kepada “Kehidupan”, yaitu biografi para rasul, Alkitab mencatat hanya Yakobus yang ia tahu kehidupan akhirnya (12 : 2 )
·         Lukas tidak menaruh minat juga terhadap organisasi atau pemerintahan gereja. Hal ini dibuktikan dengan :
o   Ketujuh orang dalam pasal 6 tidak disebut diaken
o   Serta ia tidak memberi informasi mengaoa dan bagaimana terjadinya gereja di Yerusalem yang kepemimpinannya beralih dari Petrus pada Yakobus ( 12 : 17; 15 : 13; 21 :18 )
·         Tidak ada Fokus pada perluasan geografis dari perkabaran injil dari Kisah para Rasul sendiri. Karena hanya memuat sebuah Garis Lurus Yerusalem ke Roma. Lukas tidak menyebutkan Kreta ( Titus 1 : 5 ), Ilirkum ( Roma 15 : 19 ), Pontus, Kapadokia, dan Bitinia ( 1 Petrus 1 : 1 )
·         Minat lukas juga tidak kepada segala sesuatu pembakuan atau usaha untuk membuat sebuah regula,langkah – langkah yang seragam. Sebagai contoh dalam pertobatan seseorang ia menyebut dua unsur Baptisan air dan Karunia roh. Namun ditemukan juga sebuah susunan yang terbalik bahkan dengan menyebutkan penumpangan tangan, atau tanpa bahasa roh,
Peristiwa Pentakosta menandai titik balik yang genting dari zaman Musa (Perjanjian Lama) menuju zaman Perjanjian Baru yang dihasilkan lewat kematian penebusan Yesus, kebangkitan dan kenaikkan Yesus ke surga (Kis. 1:1-11). Oleh sebab itu para penafsir tidak boleh membesar-besarkan secara berlebihan mengenai ketidaksinambungan maupun kesinambungan di antara kedua zaman yang ada.
Contohnya: Kisah. 1:22-26 mengenai pengambilan keputusan, disini kita harus berhati-hati dalam memahami hal ini. Meskipun “membuang undi” merupakan praktik yang umum dan dapat diterima di zaman PL (Im. 16:8; Bil. 26:55; Neh. 10:34), namun praktik tersebut tidak pernah terulang dalam PB. Sesungguhnya, turunnya Roh Kudus yang terjadi segera setelah episode tersebut kemungkinan dimaksudkan untuk menganti metode-metode seperti membuang undi bagi orang Kristen dalam mengambil keputusan. Kita pun tidak boleh menuduh para murid telah melakukan kesalahan ketika memperaktikan metode ini (“membuang undi”).[14]


 Kesimpulan

Pembahasan mengenai Kisah para Rasul harus kita mengerti baik – baik bagian dari Kisah para Rasul. Mulai dari Latar belakang Kisah para rasul, kemudian cara memangami kisah para rasul itu sendiri yang dilihat dari beberapa aspek. Terlebih dari itu kelompok sepakat untuk Kisah para Rasul merupakan kitab yang menceritakan peranan Roh kudus yang kuat dalam setiap Peristiwa. Bagaimana perbuatan Allah yang luar biasa diceritakan dengan penyertaan Roh kudus. Serta kita harus memahami dengan betul Prinsip Penafsiran dari Kisah para Rasul itu sendiri yang mengingat kan untuk dapat membedakan antara sesuatu yang primer dan sekunder.

            Ada beberapa contoh pola yang ditekankan oleh Kisah para Rasul yang harus dipahami oleh penafsir itu sendiri untuk dapat menafsirkan Kisah para Rasul. Namun ada beberapa penafsir yang hanya menetapkan pola hikayat serta melalaikan pola lainnya. Gordon Fee memiliki pandangan atau dia lebih menekankan kepada Kisah para Rasul yang berisikan sebuah Firman tentang Gereja mula – mula serta aplikatifnya dalam bentuk norma untuk gereja segala zaman. Berikut ada beberapa prinsip umum dan khusus untuk kita dapat membedah lebih lanjut mengenai Kisah para Rasul :
Prinsip Umum
            Dalam buku Gordon Fee memberikan sebuah penjelasan terlebih dahulu mengenai alur berfikir kita dalam memahami Alkitab. bahwa segala sesuatu yang ada dalam alkitab ialah hal yang utama serta dalam teknisnya bebas namun tetap berpedoman pada alkitab itu.
Terlebih dahulu kita harus memahami, “Apakah hikayat yang berada dalam kitab suci ini selain menggambarkan yang terjadi di gereja mula – mula juga menjadi sebuah patokan (norma) untuk gereja masa kini”. Karena kita dan kebanyakan orang memiliki anggapan “Jikalau alkitab tidak memberitahukan kepada kita dengan tegas bahwa kita harus melakukan seuatu,maka hal – hal yang hanya diceritakan atau digambarkan tidak pernah berfungsi sebagai suatu norma”[15].Dari pemahaman inilah yag terkadang membawa kita kepada pertanyaan : Apakah dalam Kisah para Rasul ada contoh “Kita harus melakukan ini ?” atau “kita boleh melakukan hal ini ?”.
            Ada beberapa penjelasan mengenai hal ini, yang juga termasuk penting untuk kita pahami sebagai penafsir , yaitu : Dalam alkitab sendiri ada pernyataan – pernyataan Doktrin yang dikelompokan menjadi 3 Kategori :
1)      Teologi Kristen ( Apa yang di percayai umat Kristen )
2)      Etika Kristen ( Bagaimana orang Kristen berkelakuan )
3)      Pengalaman atau Praktek Kristen ( Apa yang dilakukan orang Kristen )
Dalam 3 kategori itu kembali di breakdown menjadi 2 tingkatan yang disebut dengan Primer dan Sekunder, yaitu :
1)      Tingkat Primer --- terdapat pernyataan – pernyataan doktrin yang berasal dari perintah atau saran yang tegas dalam alkitab ( Apa yang alkitab Ajarkan).  Contohnya :  Dalam teologi Kristen terdapat pernyataan, Allah adalah Esa, Allah adalah Kasih, Kristus mati karena dosa kita,dsb
2)      Tingkat Sekunder --- terdapat pernyataan – pernyataan yang diperoleh secara kebetulan, melalui implikasi atau melalui contoh. Pernyataan ini muncul karena pernyataan dari tingkat primer yang logis.
Hal yang penting untuk kita perhatikan dalam pembahasan ini, yaitu segala seuatu yang diperoleh oleh orang Kristen dari alkitab melalui contoh termasuk dalam kategori ketiga : pengalaman dan praktek orang Kristen, dan selalu berada pada tingkat sekunder. Contohnya yaitu sebagai berikut :
·         Perjamuan Kudus merupakan praktek yang terus – menerus dalam gereja ialah pernyataan tingkat primer. Namun yang berkenaan teknis prakteknya pernyataan tingkat sekunder. Tetapi hal ini justru menimbulkan beberapa perbedaan pendapat antara beberapa gereja karena masing – masing memiliki tradisi dan praktek yang berbeda – beda.
·         Baptisan merupakan hal yang primer dan caranya merupakan yang sekunder
·         Praktek orang Kristen yang “Berkumpul” merupakan yang primer. Mengenai teknisnya dalam seminggu kali beberapa kali berkumpul dan pada jam berapa itu merupakan bagian sekunder.
Dalam pandangan Gordon fee, pembicaraan ini sangat kental dengan konsep kesengajaan. Yaitu orang biasanya mengatakan tentang sesuatu yang diajarkan oleh alkitab dengan pernyataan tegas. Dalam kajian bidang hermeneutic dikatakan bahwa Firman Allah itu dapat di temukan dalam maksud Akitab.
Kita kembali ke Kisah para Rasul, yang dijelaskan bahwa maksud Lukas menurut hipotesa penulis ialah Lukas sedang berusaha menunjukan bagaimana gereja muncul sebagai sebuah perwujudan yang terutama bersifat bukan yahudi dan tersebar ke seluruh dunia, sejak asal – usulnya sebagai suatu sekte orang – orang percaya yahudi yang berpangkalan di Yerusalem dan berorientasi kepda Yudaisme, dan bagaimana roh kudus langsung bertanggung jawab atas perwujudan penyelamatan universal yang didasarkan hanya kepada anugrah.  Serta tema yang ditonjolkan yaitu bagaimana tidak ada sesuatu yang dapat menghalangi kegerakan gereja yang telah di perlengkapi dengan kuasa Roh kudus. Belum lagi Kisah para Rasul telah masuk dalam kanon yang dimaksudkan agar gereja harus bersifat – injili, bersukacita, diperlengkapi dengan roh kudus.
Berkenaan dengan maksud lukas, apakah hikayat – hikayat khusus dalam KISAH PARA RASUL, yang jikalau dikumpulkan bersama – sama akan membantu mengerti maksud lukas secara luas ? tentu saja tidak. Penulis beranggapan sebab pada dasarnya kebanyak bersifat kebetulan dan juga setiap hikayat khusus itu bersifat tidak pasti dari hikayat yang satu dengan hikayat yang lainnya. Sebagai contoh ketika kita meneliti mengenai KISAH PARA RASUL 6 : 1-7 yang sebagai penutup dari keseluruhan rencana Lukas pada bagian pertama dengan maksud untuk menyelesaikan dengan ramah ketegangan yang pertama di antara masyarakat Kristen. Sehingga maksud lukas ini bersifat incidental[16], namun lebih berhubungan dengan apa yang dimaksudkan untuk diajarkan.
Bedasarkan pembahasan ini maka ada prinsip – prinsip berkenaan dengan Hermeneutik hikayat sejarah :
·         Firman Allah dalam KISAH PARA RASUL yang dapat dipandang sebagai suatu norma bagi orang – orang Kristen terutama berhubungan dengan apa yang dimaksudkan untuk diajarkan oleh suatu hikayat tertentu.
·         Apa yang bersifat incidental pada maksud utama hikayat itu sebenarnya dapat mencerminkan pengertian pengarang yang di ilhami oleh berbagai hal. Namun tak dapat memiliki nilai didaktik yang sama seperti yang ada dalam hikayat tersebut.
·         Agar contoh sejarah memiliki nilai normative maka contoh itu harus berhubungan dengan maksud. Jika tujuan dari sebuah hikayat untuk menentukan sebuah contoh maka contoh tersebut dianggap sebagai norma.

DAFTAR PUSTAKA


Brink, H v d. Tafsiran Alkitab Kisah para Rasul. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.
Fee, Gordon F, and Douglas Stuart. Hermeneutik : Bagaimana Menafsirkan Firman Tuhan dengan Tepat. Malang: Gandum Mas, 2009.
Green, Joel B. Memahami Injil dan Kisah para Rasul. Jakarta: Persekutuan Pembaca Alkitab, 2015.
Jenses, Irving L. Kisah para Rasul : Buku Penuntun Belajar. Bandung: Kalam Hidup, 1975.
Klein, William W, Craig L Blomberg, and Robert L Hubbard. Introduction to Biblical Interpretation 2. Malang: SAAT Literature, 2013.
Scheunemann, Rainer. Panduan Lengkap Penafsiran Alkitab. Yogyakarta: Andi Offset, 2013.
Sumarno, Yuel. Pengantar Perjanjian Baru. Jakarta: Seminari Press, 2015.






[1] William Klein dkk, Introduction to Biblical Interpretation 2”, Malang,Literature SAAT, 2013, Hal 368
[2] Kamus Alkitab ( Software from Sabda )
[3] Brink, H.v.d, Tafsiran Alkitab : Kisah para Rasul. Jakarta. Gunung Mulia 1996, Hal - 9
[4] Irving L Jensen, Kisah para Rasul  Buku Penuntun Belajar.Bandung. Penerbit Kalam Hidup.1975. Hal 1
[5] William Klein dkk, Introduction to Biblical Interpretation 2, Malang, Literauure SAAT, 2012, Hal 369
[6] Yusak Setianto, Diktat Pengantar Perjanjian Baru, ITKI Jakarta.2009. Hal  - 69
[7] Gordon Fee, Stuart, Hermeneutika Bagaiman Menafsirkan Firman Tuhan dengan Tepat, Malang, Gandum Mas, 2003, Hal  95
[8] Dalam KBBI kata dikotomi  ialah  pembagian atas dua kelompok yg saling bertentangan. Jadi, dikotomi palsu merupakan membagi pada 2 kelompok namun hanya bermaksud hanya untuk membuat pertentangan.
[9] Gordon  Fee, Stuart, Bagaimana Menafsirkan Firman Tuhan dengan Tepat, Malang, Gandum Mas, 2006, Hal  89 - 90
[10] Gordon  Fee, Stuart, Bagaimana Menafsirkan Firman Tuhan dengan Tepat, Malang, Gandum Mas, 2006, Hal  96
[11] William W. Klein, Craig L. Blomberg, Robert L. Hubbard. Jr, Introduction to Biblical Interpretation 2 Pengantar Tafsiran Alkitab , (Malang:Literatur Saat, 2013) hlm. 369.

[12] Ibid hlm. 372-373.

[13] Ibid hlm. 374
[14] Ibid hlm. 376
[15] Gordon  Fee, Stuart, Bagaimana Menafsirkan Firman Tuhan dengan Tepat, Malang, Gandum Mas, 2006, Hal  105
[16] Insidental = Terjadi atau dilakukan hanya pada kesempatan atau waktu tertentu saja, tidak secara  tetap atau rutin, sewaktu – waktu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

16 Jenis Elang Jawa

1. Elang Hitam ( Ictinaetus malayensis / Indiana Black Eagle) Temnick, 1822 Burung berukuran sedang ( 70cm ), namun tampak besar ketika terbang. Cukup dominan dalam hal bertarung sehingga memiliki survival rate yang cukup tinggi. Tersebar di ketinggian 300 - 2000mdpl. Cukup umum dijumpai di  hutan primer  hingga perkebunan, terkadang suka nyelonong masuk ke desa pinggir hutan. Sesuai namanya, elang ini berwarna hitam kelam kecuali pada individu muda yang memiliki corak menyerupai  Elang Brontok . Ciri Khas Sayap yang menjari khas, kokoh dan lebar membentang, terlihat sangat besar dengan ekor yang panjang. Dewasa: Warna bulu hitam pekat, kecuali pada ekor yang memilki corak agak kecoklatan. Remaja: Dada bercorak garis seperti  Elang Brontok  fase terang. Sera kuning, kaki kuning, jari kelingking pendek tidak proporsional. Kebiasaan Terbang  soaring  atau  gliding  sambil terkadang mengeluarkan suara seperti Elang - ular Bido. Cukup...

Kitab Injil dan Prinsip Penafsirannya

Shallom teman - teman, Kembali untuk memposting Blog dengan tulisan baru saya,  Dalam usaha kita memahami dan mengerti Firman Tuhan, kita memerlukan sebuah studi khusus. Studi ini ialah Hermeneutika yang merupakan cabang dari Filsafat. hermeneutika yang dipakai tentu saja yang berkenaan dengan Alkitab. Pada pembahasan kali ini saya akan menyampaikan mengenai Kitab Injil Sinoptik dan Prinsip Penafsirannya. Sangat penting membahas mengenai Hal ini, karena terkadang kita dibingungkan dengan Kitab Injil terkhusus injil sinoptik yang memiliki kesamaan antara satu sama lainnya. Saya akan memberikan sebuah Ikhtisar mengenai Pembahasan ini. Pendahuluan Sebutan kata “Injil” sudah sangat familiar khusus di kalangan Pengikut Kristus. Pada intinya, jika mendengar kata Injil, maka pemikiran semua orang akan mengarah pada keempat Injil yang terdapat di Perjanjian Baru. Keempat Injil di Perjanjian Baru bersama-sama membahas tentang Sejarah Yesus, mulai dari kelahiran sampai...

Anoa Fauna Endemik Khas Sulawesi

Anoa  adalah satwa endemik pulau Sulawesi, Indonesia. Anoa juga menjadi fauna identitas provinsi Sulawesi Tenggara. Satwa  langka  dan dilindungi ini terdiri atas dua spesies (jenis) yaitu: anoa pegunungan ( Bubalus quarlesi ) dan anoa dataran rendah ( Bubalus depressicornis ). Kedua satwa ini tinggal dalam hutan yang jarang dijamah manusia. Kedua spesies anoa tersebut hanya dapat ditemukan di Sulawesi, Indonesia. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan hidup. Anoa sering diburu untuk diambil kulitnya, tanduknya dan dagingnya. Baik Anoa Pegunungan ( Bubalus quarlesi ) maupun Anoa Dataran Rendah ( Bubalus depressicornis ) sejak tahun 1986 oleh  IUCN Redlist  dikategorikan dalam binatang dengan status konservasi  “Terancam Punah” ( Endangered ; EN) atau tiga tingkat di bawah status “Punah”.